osiawan Leak (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 23 September 1967; umur 47 tahun) yang punya nama asli Sosiawan Budi Sulistyo adalah seorang aktor, penyair, penulis, dan pembicara asal Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Solo tahun 1994.
Riwayat kegiatan singkat
Aktif berkesenian sejak 1987 dalam bidang teater dan sastra meski belakangan juga melakukan kerja kreatif di bidang musik dan kolaborasi antarcabang kesenian. Menulis puisi dan naskah drama sejak 1987. Puisinya dipublikasikan di berbagai media massa, di samping diterbitkan oleh berbagai forum dan festival sastra bersama penyair lain.
Dalam aktifitasnya di dunia teater, ia bertindak sebagai sutradara dan penulis skenario. Pernah menulis naskah dan menyutradarai Teater Peron UNS (1990-1997), Teater Thoekoel UNS (1991-1994), Teater Citra Mandiri (SMU 2 Solo, 1990-1993) dan menjadi sutradara tamu di Teater Puntung (Kudus, 1994). Selain itu, ia juga pernah bergabung di Teater Gidag Gidig Solo (1987-1993), Teater TERA Solo (1990-1993), serta Teater Keliling Jakarta (1990-1993).
Tahun 1998, Mendirikan Kelompok Tonil KLOSED (Kloearga Sedjahtra) Solo, sebuah kelompok teater yang mencoba mendekatkan kesenian kepada masyarakat, sekaligus mendorong munculnya kesadaran HAM dan demokratisasi lewat kesenian. Kelompok tersebut telah melakukan 72 pementasan dari 15 naskah lakon, baik di tempat-tempat umum, seperti terminal, stasiun, lembaga pemasyarakatan, panti asuhan, lapangan, kampung, sekolahan & kampus, maupun disejumlah pusat kesenian dan festival serta televisi (TVRI Stasiun Semarang).
Menjadi juri di berbagai festival teater dan juga kerap memberikan workshop secara periodik. Juga dikenal aktif berkolaborasi dengan seniman lain dan turut membidani lahirnya pertunjukan teater wayang seperti; Wayang Nggremeng, Wayang Suket dan Wayang Kampung Sebelah. Di samping pernah aktif di Kelompok Musik Golden Water, ia juga menjadi vokalis di OPM (Orkes Plasu Minimal) dan Orkes Sehat (1999).
Skenario Drama yang pernah ia buat antara lain, ‘Restu’ (1990), ‘Tahta’ (1991), ‘Suara’ (1992), ‘Tanda’ (1993), ‘Umbu’ (1993), ‘Ode’ (1994), ‘Galib’ (1994), ‘BOM’ (diadaptasi dari ‘Perang’, karya Puntung Pudjadi, 2001), ‘LAS’ (2002), ‘Pisau’ (diadaptasi dari cerpen anak-anak ‘Mengasah Pisau’ karya Triyanto Triwikromo), ‘Asu Gedhe Menang Kerahe’ (2005), ‘Overdosis’ (2006) dan ‘Verboden’ (2007).
Di dunia pertelevisian namanya juga sudah tak asing lagi, tercatat ia pernah menjadi asisten sutradara sinetron ‘Komedi Putar’ Produksi TVRI Jakarta sebanyak 13 episode. Pernah diundang untuk menyutradarai 5 episode ‘Wayang Dongeng’ (Semarang) di StasiunPRO TV Semarang. Menjadi penulis skenario sekaligus co-director Program TV Pojok Kampung (‘Suka-Suka’ dan ‘Gus Mus Menjawab’) yang ditayangkan secara rutin di Stasiun PRO TV Semarang.
Selain aktif di teater dan televisi, ia juga aktif berkecimpung di bidang sastra. Ia menulis puisi sejak 1987 dan dipublikasikan di berbagai media massa. Lebih dari 50 antologi puisi yang diterbitkan berbagai forum dan festival sastra juga memuat puisinya bersama penyair lain. Tiga antologi puisinya terbit secara khusus (bersama Gojek JS dan KRT Sujonopuro) oleh Yayasan Satya Mitra Solo, yakni ‘Umpatan’ (1995), ‘Cermin Buram’ (1996), ‘Dunia Bogambola’ (bersama Thomas Budi Santosa) oleh Indonesiatera Magelang (2007).
Aktivitas sastranya yang lain yakni : Deklamasi Keliling di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Pulau Madura (1994), Deklamasi Keliling Sumatra (1995); Baca puisi keliling di sejumlah perguruan tinggi di Jawa Timur dan Madura bersama WS Rendra (alm) dan Brigitte Olenski (2002); Mementaskan Puisi-Musik ‘Orde Gemblung’ di Universitas Brawijaya Malang, TBS Solo, IKIP Semarang, Lembaga Indonesia-Perancis Yogyakarta, CCCL Surabaya, Gelanggang Remaja Bulungan dan Japan Foundation Jakarta (2002).
Kerap diundang dalam acara Festival Puisi Internasional Indonesia 2002 yang diselenggarakan di Makassar, Bandung dan Solo, dengan melibatkan penyair dari beberapa negara (April 2002), diundang pada Festival Puisi Internasional The Road di Bremen, Jerman, membaca puisi dan memberi workshop; Saat itu pula diundang membaca puisi dan menjadi narasumber di Universitas Hamburg dan Universitas Passau Jerman (Mei 2003). Baca Puisi dan Diskusi ‘Membaca Indonesia’ bersama Martin Janskowski (Berlin, Jerman), Dorothea Rosa Herliany (Magelang) di Madura, Surabaya, Solo, dan Kudus (Juli 2006). Mementaskan Puisi Perkusi Dunia Bogambola (bersama Temperente Percusion) di Festival Cak Durasim Surabaya, Universitas Negeri Surabaya, TBS Solo, Pendapa Kabupaten Demak, IKIP PGRI Semarang (Sejak Nopember 2007) dll.Diundang tampil membaca puisi dan menjadi narasumber di berbagai acara sastra seperti Konggres Sastra Indonesia di Kudus (2008), Temu Sastrawan Indonesia di Jambi (2008), Revitalisasi Budaya Melayu di Tanjung Pinang (2008), Festival Sastra Kepulauan di Makassar (2009], Aceh International Literary Festival (2009), Ubud Wiriters and Readers Festival di Ubud, Bali (2010), Kedutaan Besar Indonesia di Berlin, Universitas Hamburg (Departemen Austronesistik), Deutsch Indonesische Gesellschaft Hamburg.
Aktivitas Panggung
Kegiatan panggung yang dilakukan cukup banyak.
Deklamasi Keliling di Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, dan Sumatra (1994-1995)
Bersama WS Rendra dan Brigitte Olenski (Jerman) baca puisi keliling di sejumlah perguruan tinggi di Jawa Timur dan Madura (2002)
Kolaborasi Puisi Musik “Orde Gemblung” (bersama Kelompok Golden Water) di Universitas Brawijaya Malang, Taman Budaya Jawa Tengah, IKIP Semarang, Lembaga Indonesia Perancis di Yogyakarta, Centre Culture Linguistique Indonesia Surabaya, Gelanggang Remaja Bulungan Jakarta, The Japan Foundation Jakarta.
"Festival Puisi Internasional Indonesia 2002" yang diikuti sejumlah penyair dari beberapa negara, yang diselenggarakan di Makassar, Bandung dan Surakarta (April 2002)
“Poetry On The Road” di Bremen (Jerman), membaca puisi dan kolaborasi puisi musik (Mei 2003)
Program Baca Puisi dan Diskusi “Membaca Indonesia” bersama Martin Janskowski (Berlin, Jerman) Dorothea Rosa Herliany (Magelang) di Madura, Surabaya, Solo dan Kudus (Juli 2006).
Mementaskan Kolaborasi Puisi Perkusi “Dunia Bogambola” (bersama Temperente Percussion) di Festival Cak Durasim Surabaya, Universitas Negeri Surabaya, Taman Budaya Jawa Tengah, Pendapa Kabupaten Demak, IKIP PGRI Semarang (Nopember 2007)
Baca Puisi dan Diskusi “Membaca Kota-kota” bersama Martin Janskowski (Berlin, Jerman) di Pati, Yogyakarta, Semarang, Purwokerto, Wonosobo, Indramayu, Kediri, dan Surabaya (November 2008)
Kolaborasi Puisi-Perkusi “Layang Demonstran” (bersama Temperente Percussion) di Festival Seni Surabaya (Juni 2008)
Baca Puisi dan Diskusi "JOHAN Wolfgang von Goethe, Perintis Dialog Islam-Barat" bersama Berthold Damhauser (Bonn, Jerman) dan Dorothea Rosa Herliany di Kudus, Semarang, Solo dan Magelang (Pebruari 2010)
Kolaborasi Puisi Perkusi “Kota Adalah” (bersama Temperente Percussion) di Festival Seni Surabaya (Oktober 2010)
Kolaborasi Puisi Musik Etnik “Suara Kampung” (bersama Kelompok Musik Gagego), mengangkat tema lingkungan hidup dan pertanian di Surabaya dan Pati (Nopember 2010)
Diskusi sastra bersama Martin Jankowski (Berlin, Jerman) dan Dorothea Rosa Herliany di Surabaya dan Magelang (Nopember 2010)
Diskusi dan Baca Puisi karya Friedrich Nietzsche bersama Berthold Damhauser (Bonn, Jerman) dan Dorothea Rosa Herliany di Semarang, Solo, Magelang (Pebruari 2011)
Baca puisi pada acara “Jakarta Berlin Arts Festival” di Berlin, Jerman (Juli 2011)
Monolog Sarung' di Amphi Theatre, Monbijoupark Berlin (Jerman), The Panda Club Theatre, Kultur Braureire Berlin (Jerman) dalam rangka "Jakarta Berlin Art Festival" dan Mari Cafe, Karl Kunger Stase Berlin (Jerman).
Diundang di “Program Pertukaran Budaya Indonesia-Korea” di Hankuk University of Foreign Studies 2012 (Seoul, Korea) (2012)
Poetry reading di Korea Broadcasting System (KBS) Seoul, Hankuk University of Foreign Studies-Seoul dan Hwarang Park 667 Ansan City (2012)
Poetry reading bersama Adam Wideweisch (USA) di Biltar (2012)
Poetry reading bersama Penyair Afrika Selatan (Charl-Pierre Naude, Vonani Bila, Mbali Bloom, Rustum Kozain) dan Kurator Jerman (Indra Wussow) di Universitas Negeri Jember (2012).
Menyelenggarakan road show Puisi Menolak Korupsi di berbagai kota di Indonesia bersama ratusan penyair Indonesia (sejak 2013).
Koordinator Gerakan Puisi Menolak Korupsi, yang bertugas menjadi kurator untuk penerbitan Antologi “Puisi Menolak Korupsi” Jilid 1, 2, dan 3 (Forum Sastra Surakarta, 2013)
Koordinator Penerbitan “Memo untuk Presiden” (Forum Sastra Surakarta, 2014), antologi puisi yang merangkum karya 196 penyair dari seluruh Indonesia. Di samping itu juga mengkoordinir pelaksanaan launching buku tersebut di berbagai kota di Indonesia (2014)
Diundang dalam Asean Literary Festival, di Jakarta (2014).
Menyutradarai drama kolosal “Namaku Indonesia” yang diproduksi oleh Yayasan Kalam Kudus Surakarta (2013)
Menyutradarai drama “Pulanglah Nak” (4014)
Menyutradarai drama “Wahyu Tumurun” dalam rangkaian acara Solo Batik Carnival ke 7 (2014).
Aktivitas Teater
Sejak 1987 terlibat sebagai aktor dalam sejumlah pementasan di Teater Gidag-Gidig (Solo, Indonesia), Teater Surakarta (Solo, Indonesia), Teater Keliling (Jakarta, Indonesia) dan Wayang Suket (Solo). Sejak tahun 1998 mendirikan Kelompok Teater Tonil Klosed (Kloearga Sedjahtra) dan menyutradarai beberapa lakon antara lain:
Wek-wek karya D Jayakusumah (1998),
Foto Keluarga karya Sosiawan Leak (1999),
Pilihan Lura karya AM Tradjutisna (1999),
Orang Kasar karya Anton Chekov (2000),
Charlie karya Slavomir Mrozek (2000),
BOM dan Raja Terjungkal (2001),
Laplip karya Sosiawan Leak (2002),
Stalitigaoeang karya Sosiawan Leak (2002),
Pisau karya Triyanto Trwikromo (2004),
Age Mengker karya Sosiawan Leak (2005),
Wajah Sebuah Vagina karya Naning Pranoto (2005),
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari (2006),
Overdosis karya Sosiawan Leak (2007),
Verboden karya Sosiawan Leak (2007),
Sikep karya Sosiawan Leak (2008),
Bah karya Sosiawan Leak (2009),
Malaikat Kakus karya Triyanto Triwikromo (2009),
Opera Kolosal Kebangsaan Namaku Indonesia karya Sosiawan Leak (2013).
Aktivitas Musik dan Televisi
Sejumlah keterlibatan dalam musik dan televisi:
Merancang program televisi untuk Stasiun PRO TV Semarang untuk acara “Suka-suka”, “Wayang Kampung” dan "Gus Mus Menjawab” (2004)
Asisten sutradara dalam sinetron "Komedi Putar" produksi TVRI (2004)
Vokalis dan penulis lirik untuk Kelompok Musik Keroncong Humor OPM (Orkes Plasu Minimal), (2005)
Memproduksi album indie “Orkes Sehat” berisi pembacaan puisi dan musikalisasi puisi bertema lingkungan hidup (2008)
Mendirikan ATISEJATI, kelompok musik yang bertumpu pada eksplorasi musik akustik dan kekuatan puisi, serta memproduksi album indie “Hati Kata-kata” (2010)
Memproduksi album indie, Kolaborasi Puisi Musik Kontemporer “Negeri Kadal” bersama Gunadi Widjaya, Tegal (2011)
Bibliografi
Antologi Puisi
Produk buku puisi yang telah dihasilkan antara lain:
Umpatan, bersama KRT Sujonopuro (Yayasan Satya Mitra Solo, 1995)
Cermin, bersama Gojek JS dan KRT Sujonopuro (Yayasan Satya Mitra Solo, 1996)
Dunia Bogambola, bersama Thomas Budi Santosa (Indonesiatera Yogyakarta, 2007)
Matajaman, bersama Budhi Setyawan dan Jumari HS (Duniatera Magelang, 2011)
Kidung dari Bandungan, bersama Rini Tri Purspohardini (Almatera Yogyakarta, 2011)
Naskah Drama
Naskah drama yang ditulisnya, diantaranya:
Restu (1990)
Tahta (1991)
Suara (1992)
Tanda (1994)
Umbu (1993)
Ode (1994)
Galib (1994)
Lihat pula
Puisi Menolak Korupsi
Sastra Indonesia
Referensi
^ a b c d e f g h i Penggiat Teater - Sosiawan Leak (Taman Ismail Marzuki)
^ Sosiawan Leak - short bio (Jakarta-Berlin)
^ Puisi-puisi Sosiawan Leak
^ Puisi-puisi Sosiawan Leak (Jendela Sastra)
^ a b c d e f Biografi Sosiawan Leak (2012)
^ Sosiawan Leak: The noisy poet (Jakarta Post, 2010)
Pranala luar
Profil Sosiawan Leak
Menulis puisi itu berbahaya!, Bincang-bincang dengan Sosiawan Leak
Diantara penyair Indonesia, inilah penyair kontrofersial, unik dan penuh talenta. Kami perkenalkan sebagai bagian dari dunia sastra Indonesia. Untuk semua.
Jumat, 18 September 2015
Eko Tunas Pembaca Puisi Populair
Eko Tunas (lahir di Tegal, Jawa Tengah, 18 Juli 1956; umur 59 tahun) adalah seorang sastrawan Indonesia. Seniman serbabisa, ini menulis, melukis, dan berteater sejak masih duduk di bangku SMA. Saat ini tinggal dan menetap di Kota Semarang. Ratusan tulisan (puisi, cerpen, novel, dan esai) tersebar di berbagai media massa di Indonesia, antara lain; Pelopor Yogya, Masa Kini, Bernas, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka, Wawasan, Cempaka, Bahari, Dharma, Surabaya Pos, Jawa Pos, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Suara Karya, Pelita, Republika, Kompas, Horison, dan lain-lain. Di kalangan masyarakat Tegal, Eko Tunas juga dikenal sebagai pelopor penggunaan istilah John dan Jack, sebuah cara menyebut sesama rekan sejawat (John dan Jack Pergi dari Tegal, Joshua Igho, Kompas Cetak, 25 September 2002)
Tahun 1976 ia masuk Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI) Yogyakarta jurusan Seni Lukis, dan bergabung di Sanggarbambu. Selama di Yogya, ia bergaul akrab dengan Emha Ainun Nadjib, Ebiet G Ade, dan EH Kartanegara. Beberapa kali mengikuti pameran besar Sanggarbambu, dan pameran Tiga Muda di Tegal, tahun 1978 bersama Wowok Legowo dan Dadang Christanto. Tahun 1981 masuk IKIP Semarang jurusan Seni Rupa, dan mengikuti pameran mahasiswa di Semarang dan Jakarta.
Novelnya, Wayang Kertas, memenangi Sayembara Cipta Cerita Bersambung Suara Merdeka, tahun 1990. Beberapa cerpennya diterbitkan bersama oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dalam buku Bidadari Sigarasa, tahun 2002, dan dibacakan di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Buku-buku karyanya yang pernah diterbitkan antara lain; Puisi-puisi Dolanan (1978), Yang Terhormat Rakyat (kumpulan puisi, 2000), dan Ponsel di Atas Bantal (kumpulan puisi, 2010).
Tahun 1978, bersama Yono Daryono dan YY Haryoguritno mendirikan Teater RSPD Tegal dan Studi Grup Sastra Tegal (SGST). Naskah pertama yang dipentaskan adalah Martoloyo Martopuro, sebagai penulis, sutradara, dan sekaligus pemeran utama. Hijrah ke Kota Semarang pada tahun 1981 masih menulis naskah drama untuk Teater RSPD yang disutradarai oleh Yono Daryono, juga untuk Teater Lingkar Semarang. Bergabung di Teater Dhome (1980) dan Teater Balling Semarang (2000). Mendirikan Teater Pedalangan Semarang, tahun (1990). Kini acapkali mementaskan monolog di beberapa kota di Indonesia. Tahun 2013 Eko Tunas meluncurkan kumpulan cerpennya, Tunas, kata pengantar ditulis oleh Afrizal Malna dan editor Joshua Igho, dalam rangkaian acara Reuni 4E bersama E.H. Kartanegara, Emha Ainun Nadjib, dan Ebiet G Ade di Taman Budaya Tegal. Menulis syair lagu untuk kelompok musik terapi jiwa Jayagatra Ungaran (2000—sekarang). Kemampuannya di bidang sastra dan teater menjadikan Eko sering diundang menjadi pembicara di sejumlah diskusi, juri berbagai kompetisi, dan kurator seni rupa.
Karya:
Cerpen/novel/puisi
Wayang Kertas (novel, 1990)
Bidadari Sigarasa (cerpen 2002)
Puisi Dolanan (1978)
Yang Terhormat Rakyat (puisi, 2000)
Ponsel di Atas Bantal (puisi, 2010)
Tunas (cerpen, CresindO Press, 2013)
Naskah Drama
Martoloyo Martopuro
Ronggeng Keramat
Menunggu Tuyul
Gerbong
Sang Koruptor
Langit Berkarat
Rumah Tak Berpintu
Palu Waktu
Surat dari Tanah Kelahiran
Meniti Buih
Pasar Kobar
Sumber :
Situs Resmi Ebiet G Ade
Kompas
Suara Merdeka
Sriti.com
Umbu Landu Paranggi Pembaca Puisi Populair
Umbu Landu Paranggi
Umbu Landu Paranggi (lahir di Kananggar, Paberiwai, Sumba Timur, 10 Agustus 1943; umur 72 tahun) adalah seniman berkebangsaan Indonesia yang sering disebut sebagai tokoh misterius dalam dunia sastra Indonesia sejak 1960-an. Namanya dikenal melalui karya-karyanya berupa esai dan puisi yang dipublikasikan di berbagai media massa. Umbu merupakan penyair sekaligus guru bagi para penyair muda pada zamannya, antara lain Emha Ainun Nadjib, Eko Tunas, Linus Suryadi AG, dan lain-lain.
Pada tahun 1970-an Umbu membentuk Persada Studi Klub (PSK), sebuah komunitas penyair, sastrawan, seniman yang berpusat di Malioboro Yogyakarta. PSK, di kemudian hari dikenal sebagai salah satu komunitas sastra yang sangat mempengaruhi perjalanan sastrawan-sastrawan besar di Indonesia. Walaupun dikenal sebagai "Presiden Malioboro", ia sendiri seperti menjauh dari popularitas dan sorotan publik. Ia sering menggelandang sambil membawa kantung plastik berisi kertas-kertas, yang tidak lain adalah naskah-naskah puisi koleksinya. Orang-orang menyebutnya "pohon rindang" yang menaungi bahkan telah membuahkan banyak sastrawan kelas atas, tapi ia sendiri menyebut dirinya sebagai "pupuk" saja. Umbu pernah dipercaya mengasuh rubrik puisi dan sastra di Mingguan Pelopor Yogya. Hari tuanya dihabiskan tinggal di Bali, sembari mengasuh rubrik Apresiasi di Bali Post.
Kata Mutiara:
Kamu boleh mengidolakan seseorang, tapi jadilah dirimu sendiri".
Sumber
^ Cak Nun: Umbu presiden Malioboro
^ Perpustakaan dan sadar dokumentasi
^ Peringatan 45 tahun Persada Studi Klub di rumah budaya EAN
^ Milad NM ke-3 dan relaunching majalah Sabana
Umbu Landu Paranggi (lahir di Kananggar, Paberiwai, Sumba Timur, 10 Agustus 1943; umur 72 tahun) adalah seniman berkebangsaan Indonesia yang sering disebut sebagai tokoh misterius dalam dunia sastra Indonesia sejak 1960-an. Namanya dikenal melalui karya-karyanya berupa esai dan puisi yang dipublikasikan di berbagai media massa. Umbu merupakan penyair sekaligus guru bagi para penyair muda pada zamannya, antara lain Emha Ainun Nadjib, Eko Tunas, Linus Suryadi AG, dan lain-lain.
Pada tahun 1970-an Umbu membentuk Persada Studi Klub (PSK), sebuah komunitas penyair, sastrawan, seniman yang berpusat di Malioboro Yogyakarta. PSK, di kemudian hari dikenal sebagai salah satu komunitas sastra yang sangat mempengaruhi perjalanan sastrawan-sastrawan besar di Indonesia. Walaupun dikenal sebagai "Presiden Malioboro", ia sendiri seperti menjauh dari popularitas dan sorotan publik. Ia sering menggelandang sambil membawa kantung plastik berisi kertas-kertas, yang tidak lain adalah naskah-naskah puisi koleksinya. Orang-orang menyebutnya "pohon rindang" yang menaungi bahkan telah membuahkan banyak sastrawan kelas atas, tapi ia sendiri menyebut dirinya sebagai "pupuk" saja. Umbu pernah dipercaya mengasuh rubrik puisi dan sastra di Mingguan Pelopor Yogya. Hari tuanya dihabiskan tinggal di Bali, sembari mengasuh rubrik Apresiasi di Bali Post.
Kata Mutiara:
Kamu boleh mengidolakan seseorang, tapi jadilah dirimu sendiri".
Sumber
^ Cak Nun: Umbu presiden Malioboro
^ Perpustakaan dan sadar dokumentasi
^ Peringatan 45 tahun Persada Studi Klub di rumah budaya EAN
^ Milad NM ke-3 dan relaunching majalah Sabana
Yvonne de Fretes Pembaca Puisi Populair
Yvonne de Fretes
Lahir pada 10 Oktober 1947 di Singaraja, Bali. Menyelesaikan pendidikan di Fakultas Ekonomi dan kini tengah menyelesaikan program S-3. Pernah menjalani profesi sebagai seorang wartawan dan kolomnis tetap di sebuah harian di Jakarta, Harian Terbit Minggu.
Tercatat pernah menjadi sekretaris Himpunan Pengarang Indonesia AKSARA dan ketua umum Wanita Penulis Indonesia (2007-2010), Anggota KSI, Pendiri Forum Wanita Sastra di Padang, anggota Dewan Buku Nasional, dan sebagai pengajar di beberapa Perguruan Tinggi di Jakarta serta menjadi Konselor di beberapa Lembaga dan Perguruan Tinggi.
Dikenal pula sebagai pemerhati pendidikan, dunia buku dan minat baca. Hal ini diwujudkannya dengan mendirikan Pusat Pembelajaran & Pemberdayaan Masyarakat (P3M) Tiara HumaLand dengan mengadakan Taman Baca Masyarakat, PAUD & TK di desa Bogor sebagai salah satu kegiatannya.
Kini ia lebih dikenal sebagai penulis sastra, Karya-karyanya banyak dimuat di majalah sastra Horison dan media cetak di pusat dan daerah. Sajak-sajaknya dimuat dalam ‘Antologi Monolog’ (1994), ‘Trotoar’ (1996), ‘Dari Negeri Poci 3’ (1996), ‘Antologi Puisi Indonesia 1997’ (1997) serta ‘Resonansi Indonesia’ antologi puisi dwi bahasa (Indonesia-Cina, KSI, 2001). Kumpulan sajaknya yakni ‘Sunting’ berisi kumpulan puisi bersama Upita Agustina (1995) dan ‘Pesona Gemilang Musim’ kumpulan puisi perempuan penyair Indonesia (2004).
Karyanya yang lain yakni Cerpen-cerpennya dimuat dalam antologi ‘Perempuan dalam Perempuan’ (1995), Kumpulan Cerpen Tunggal ‘Bulan di Atas Lovina’ (1995) serta ‘Dunia Perempuan’ kumpulan cerpen Perempuan Cerpenis Indonesia (2002). Pernah menerima penghargaan Citra Kartini Award 2001, sebagai penulis sastra. Namanya juga termasuk didalam Antologi 30 Wanita Penyair Indonesia (Korrie Layun Rampan, Balai Pustaka, 1997) dan dalam Antologi 24 Wanita Cerpenis Indonesia (Korrie Layun Rampan, Balai Pustaka, 2002).
Tahun-tahun belakangan ini , ia lebih dikenal sebagai penulis lepas. Bidang penulisannya, antara lain meliputi masalah wanita dan keluarga, pariwisata, dan senirupa.
Lahir pada 10 Oktober 1947 di Singaraja, Bali. Menyelesaikan pendidikan di Fakultas Ekonomi dan kini tengah menyelesaikan program S-3. Pernah menjalani profesi sebagai seorang wartawan dan kolomnis tetap di sebuah harian di Jakarta, Harian Terbit Minggu.
Tercatat pernah menjadi sekretaris Himpunan Pengarang Indonesia AKSARA dan ketua umum Wanita Penulis Indonesia (2007-2010), Anggota KSI, Pendiri Forum Wanita Sastra di Padang, anggota Dewan Buku Nasional, dan sebagai pengajar di beberapa Perguruan Tinggi di Jakarta serta menjadi Konselor di beberapa Lembaga dan Perguruan Tinggi.
Dikenal pula sebagai pemerhati pendidikan, dunia buku dan minat baca. Hal ini diwujudkannya dengan mendirikan Pusat Pembelajaran & Pemberdayaan Masyarakat (P3M) Tiara HumaLand dengan mengadakan Taman Baca Masyarakat, PAUD & TK di desa Bogor sebagai salah satu kegiatannya.
Kini ia lebih dikenal sebagai penulis sastra, Karya-karyanya banyak dimuat di majalah sastra Horison dan media cetak di pusat dan daerah. Sajak-sajaknya dimuat dalam ‘Antologi Monolog’ (1994), ‘Trotoar’ (1996), ‘Dari Negeri Poci 3’ (1996), ‘Antologi Puisi Indonesia 1997’ (1997) serta ‘Resonansi Indonesia’ antologi puisi dwi bahasa (Indonesia-Cina, KSI, 2001). Kumpulan sajaknya yakni ‘Sunting’ berisi kumpulan puisi bersama Upita Agustina (1995) dan ‘Pesona Gemilang Musim’ kumpulan puisi perempuan penyair Indonesia (2004).
Karyanya yang lain yakni Cerpen-cerpennya dimuat dalam antologi ‘Perempuan dalam Perempuan’ (1995), Kumpulan Cerpen Tunggal ‘Bulan di Atas Lovina’ (1995) serta ‘Dunia Perempuan’ kumpulan cerpen Perempuan Cerpenis Indonesia (2002). Pernah menerima penghargaan Citra Kartini Award 2001, sebagai penulis sastra. Namanya juga termasuk didalam Antologi 30 Wanita Penyair Indonesia (Korrie Layun Rampan, Balai Pustaka, 1997) dan dalam Antologi 24 Wanita Cerpenis Indonesia (Korrie Layun Rampan, Balai Pustaka, 2002).
Tahun-tahun belakangan ini , ia lebih dikenal sebagai penulis lepas. Bidang penulisannya, antara lain meliputi masalah wanita dan keluarga, pariwisata, dan senirupa.
Rieke Dyah Pitaloka Pembaca Puisi Mahal
Rieke Dyah Pitaloka
Rieke Diah Pitaloka Intan Purnamasari (lahir di Garut, Jawa Barat, 8 Januari 1974; umur 41 tahun) adalah seorang penulis buku, pembawa acara, pemain sinetron Indonesia, dan anggota DPR periode 2009-2014 dari PDI-P. Pada tahun 2012 Rieke memutuskan untuk mencalonkan dirinya sebagai Gubernur Jawa Barat dengan didampingi Teten Masduki, mereka menamakan dirinya sebagai PATEN dan diusung oleh PDI-P dengan nomor urut 5
Setelah menyelesaikan pendidikan S-1 di Fakultas Sastra Belanda Universitas Indonesia dan S-1 Filsafat STF Driyakara, Jakarta, Rieke pun meneruskan pendidikannya. Meski sibuk dengan segala kegiatan 'keartisan', Rieke berhasil menyelesaikan pendidikan S-2nya di jurusan Filsafat Universitas Indonesia (UI). Bahkan tesisnya yang berjudul Banalitas Kejahatan: Aku yang tak Mengenal Diriku, Telaah Hannah Arendt Perihal Kekerasan Negara dijadikan buku dengan judul Kekerasan Negara Menular ke Masyarakat diterbitkan oleh Galang Press
Karier
Dunia Hiburan
Rieke mulai dikenal publik lewat iklan Kondom Sutra dengan ucapan Meong. Selain itu ia juga dikenal lewat perannya sebagai Oneng yang "o'on" lewat sitkom Bajaj Bajuri. Selain itu Rieke juga dikenal sebagai pembawa acara dalam acara Good Morning dan penulis buku. Salah satu judul bukunya adalah Renungan Kloset.
Selain sinetron, Rieke juga menjajal teater. Rieke ikut pementasan teater yang berjudul 'Cipoa' garapan Putu Wijaya. Ingin mencoba hal baru, Rieke pun merambah ke layar lebar. Rieke memulai debutnya di layar lebar sebagai Dwi, perempuan yang dipoligami dalam film Berbagi Suami. Ketagihan main film, Rieke bermain dalam film antologi karya empat sutradara perempuan berjudul Lotus Requiem yang kemudian judulnya diubah menjadi Perempuan Punya Cerita.
Kegiatan sosial dan politik
Rieke aktif dalam kegiatan politik, bahkan pernah menduduki jabatan wakil sekretaris jendral DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan Muhaimin Iskandar. Rieke kemudian mengundurkan diri dari partai berbasis massa Islam tersebut untuk bergabung ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pimpinan Megawati Soekarnoputri.
Rieke adalah anggota DPR periode 2009-2014 dari PDI-P untuk Daerah Pemilihan Jawa Barat II. Di Dewan Perwakilan Rakyat, Rieke merupakan salah satu anggota dari Komisi IX. Bidang yang sangat Ia perhatikan adalah bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Ia merupakan salah satu anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Rieke Dyah Pitaloka juga mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama "Yayasan Pitaloka" yang bergerak di bidang sastra dan sosial kemasyarakatan.
Pada tahun awal tahun 2013 Rieke memutuskan untuk mencalonkan dirinya sebagai Gubernur Jawa Barat dengan didampingi Teten Masduki, mereka menamakan dirinya sebagai PATEN dan diusung oleh PDI-P dengan nomor urut 5.
Pada tanggal 3 Maret 2013 diumumkan hasil Pilkada Gubernur - Wagub Jawa Barat Pasangan Cagub - Cawagub nomor 5 Rieke-Teten memperoleh peringkat ke 2 dari 5 pasangan calon dengan perolehan suara 5.714.997 suara arau 28,41 persen dari suara sah.
Pada pemilu legislatif 2014, Rieke maju sebagai calon legislatif DPR dapil Jawa Barat VII, ia pun lolos ke Senayan dan menjadi anggota DPR periode 2014-2019 dengan perolehan suara 255.044 suara.
Rieke Diah Pitaloka menikah dengan dosen filsafat Universitas Indonesia, Donny Gahral Adian pada hari Sabtu, 23 Juli 2005, di kediaman orangtua Rieke di Garut, Jawa Barat. Pernikahan ini menimbulkan kontroversi karena tunangan Rieke sejak 11 Januari 2002, sutradara Exel J Permadi merasa dirinya dan Rieke belum resmi putus
Tanggal 9 Januari 2011, tepat sehari setelah ulang tahun Rieke yang ke 38, ia melahirkan kembar laki-lakinya yaitu Misesa Adiansyah dan Jalumanon Badrika melalui operasi Caesar. Sebelumnya pasangan ini telah memiliki seorang anak laki-laki yang lahir tahun 2009, Sagara Kawani Hadiasyah.[
Sinetron
Srikandi
Badut pasti Berlalu
Tirani Kehidupan
30 Meter
Putri Maharani
Perawan-perawan
Perkawinan
Prahara Prabu Siliwangi
Goresan Cinta Berbingkai Duka
Bajaj Bajuri
Bola Kampung
Salon Oneng
Maha Kasih
Film
Berbagi Suami (2006)
Perempuan Punya Cerita (2008)
Laskar Pelangi (2008)
Sang Pemimpi (2009)
Pembawa acara
Book Review (Metro TV)
Good Morning (Trans TV)
Buku
Renungan Kloset
Kekerasan Negara Menular Ke Masyarakat
Sumber :
(Indonesia) Blog resmi Rieke Dyah Pitaloka
(Indonesia) Forum Kerakyatan bersama Rieke Dyah Pitaloka
(Indonesia) Yayasan Pitaloka
(Indonesia) Profil Rieke Diah Pitaloka
(Indonesia) Berita Rieke Diah Pitaloka
Referensi
^ Rieke Pernah Nunggak Uang Kos, diakses 27 September 2007
^ Rieke Diah Pitaloka: Bawa Gue Terbang, diakses 27 September 2007
^ Rieke Dyah Pitaloka Bukukan Thesis S2-nya, diakses 27 September 2007
^ Rieke Dyah Pitaloka Ingin Hilangkan Image 'Oon', diakses 27 September 2007
^ Puas di Teater, Rieke Dyah Pitaloka Rambah Layar Lebar, diakses 27 September 2007
^ Rieke Diah 'Oneng' Pitaloka Kunjungi Dua Balita Gizi Buruk, diakses 27 September 2007
^ Oneng Bergabung PDIP, diakses 14 Desember 2007
^ http://www.jpnn.com/read/2011/10/28/106882/Rieke:-RUU-BPJS-Tak-Disahkan,-Rakyat-Dikorbankan-
^ http://www.jpnn.com/read/2011/10/28/106880/Rieke:-Alasan-Pemerintah-Tak-Jelas-
^ [Aher-Deddy Resmi Gubernur & Wagub Jabar Periode 2013-2018, diakses dari situs Detik Bandung
^ 18 Artis Lolos ke Senayan Jadi Anggota DPR RI
^ Perjanjian Pranikah Rieke Diah Pitaloka dan Donny Gahral Adian, diakses 27 September 2007
^ Exel J Permadi Kaget dengan Berita Pernikahan Rieke Dyah Pitaloka, diakses 27 September 2007
^ http://hot.detik.com/read/2012/01/09/093524/1809958/230/rieke-dyah-pitaloka-lahirkan-bayi-kembar
^ http://hot.detik.com/read/2012/01/09/153807/1810592/230/misesa-jalumanon-nama-anak-rieke-dyah-pitaloka
^ "Guess what?: Rieke gets twins for birthday". January 10, 2012.
^ vivanews.com - Rieke alami pelecehan seksual
Rieke Diah Pitaloka Intan Purnamasari (lahir di Garut, Jawa Barat, 8 Januari 1974; umur 41 tahun) adalah seorang penulis buku, pembawa acara, pemain sinetron Indonesia, dan anggota DPR periode 2009-2014 dari PDI-P. Pada tahun 2012 Rieke memutuskan untuk mencalonkan dirinya sebagai Gubernur Jawa Barat dengan didampingi Teten Masduki, mereka menamakan dirinya sebagai PATEN dan diusung oleh PDI-P dengan nomor urut 5
Setelah menyelesaikan pendidikan S-1 di Fakultas Sastra Belanda Universitas Indonesia dan S-1 Filsafat STF Driyakara, Jakarta, Rieke pun meneruskan pendidikannya. Meski sibuk dengan segala kegiatan 'keartisan', Rieke berhasil menyelesaikan pendidikan S-2nya di jurusan Filsafat Universitas Indonesia (UI). Bahkan tesisnya yang berjudul Banalitas Kejahatan: Aku yang tak Mengenal Diriku, Telaah Hannah Arendt Perihal Kekerasan Negara dijadikan buku dengan judul Kekerasan Negara Menular ke Masyarakat diterbitkan oleh Galang Press
Karier
Dunia Hiburan
Rieke mulai dikenal publik lewat iklan Kondom Sutra dengan ucapan Meong. Selain itu ia juga dikenal lewat perannya sebagai Oneng yang "o'on" lewat sitkom Bajaj Bajuri. Selain itu Rieke juga dikenal sebagai pembawa acara dalam acara Good Morning dan penulis buku. Salah satu judul bukunya adalah Renungan Kloset.
Selain sinetron, Rieke juga menjajal teater. Rieke ikut pementasan teater yang berjudul 'Cipoa' garapan Putu Wijaya. Ingin mencoba hal baru, Rieke pun merambah ke layar lebar. Rieke memulai debutnya di layar lebar sebagai Dwi, perempuan yang dipoligami dalam film Berbagi Suami. Ketagihan main film, Rieke bermain dalam film antologi karya empat sutradara perempuan berjudul Lotus Requiem yang kemudian judulnya diubah menjadi Perempuan Punya Cerita.
Kegiatan sosial dan politik
Rieke aktif dalam kegiatan politik, bahkan pernah menduduki jabatan wakil sekretaris jendral DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan Muhaimin Iskandar. Rieke kemudian mengundurkan diri dari partai berbasis massa Islam tersebut untuk bergabung ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pimpinan Megawati Soekarnoputri.
Rieke adalah anggota DPR periode 2009-2014 dari PDI-P untuk Daerah Pemilihan Jawa Barat II. Di Dewan Perwakilan Rakyat, Rieke merupakan salah satu anggota dari Komisi IX. Bidang yang sangat Ia perhatikan adalah bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Ia merupakan salah satu anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Rieke Dyah Pitaloka juga mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama "Yayasan Pitaloka" yang bergerak di bidang sastra dan sosial kemasyarakatan.
Pada tahun awal tahun 2013 Rieke memutuskan untuk mencalonkan dirinya sebagai Gubernur Jawa Barat dengan didampingi Teten Masduki, mereka menamakan dirinya sebagai PATEN dan diusung oleh PDI-P dengan nomor urut 5.
Pada tanggal 3 Maret 2013 diumumkan hasil Pilkada Gubernur - Wagub Jawa Barat Pasangan Cagub - Cawagub nomor 5 Rieke-Teten memperoleh peringkat ke 2 dari 5 pasangan calon dengan perolehan suara 5.714.997 suara arau 28,41 persen dari suara sah.
Pada pemilu legislatif 2014, Rieke maju sebagai calon legislatif DPR dapil Jawa Barat VII, ia pun lolos ke Senayan dan menjadi anggota DPR periode 2014-2019 dengan perolehan suara 255.044 suara.
Rieke Diah Pitaloka menikah dengan dosen filsafat Universitas Indonesia, Donny Gahral Adian pada hari Sabtu, 23 Juli 2005, di kediaman orangtua Rieke di Garut, Jawa Barat. Pernikahan ini menimbulkan kontroversi karena tunangan Rieke sejak 11 Januari 2002, sutradara Exel J Permadi merasa dirinya dan Rieke belum resmi putus
Tanggal 9 Januari 2011, tepat sehari setelah ulang tahun Rieke yang ke 38, ia melahirkan kembar laki-lakinya yaitu Misesa Adiansyah dan Jalumanon Badrika melalui operasi Caesar. Sebelumnya pasangan ini telah memiliki seorang anak laki-laki yang lahir tahun 2009, Sagara Kawani Hadiasyah.[
Sinetron
Srikandi
Badut pasti Berlalu
Tirani Kehidupan
30 Meter
Putri Maharani
Perawan-perawan
Perkawinan
Prahara Prabu Siliwangi
Goresan Cinta Berbingkai Duka
Bajaj Bajuri
Bola Kampung
Salon Oneng
Maha Kasih
Film
Berbagi Suami (2006)
Perempuan Punya Cerita (2008)
Laskar Pelangi (2008)
Sang Pemimpi (2009)
Pembawa acara
Book Review (Metro TV)
Good Morning (Trans TV)
Buku
Renungan Kloset
Kekerasan Negara Menular Ke Masyarakat
Sumber :
(Indonesia) Blog resmi Rieke Dyah Pitaloka
(Indonesia) Forum Kerakyatan bersama Rieke Dyah Pitaloka
(Indonesia) Yayasan Pitaloka
(Indonesia) Profil Rieke Diah Pitaloka
(Indonesia) Berita Rieke Diah Pitaloka
Referensi
^ Rieke Pernah Nunggak Uang Kos, diakses 27 September 2007
^ Rieke Diah Pitaloka: Bawa Gue Terbang, diakses 27 September 2007
^ Rieke Dyah Pitaloka Bukukan Thesis S2-nya, diakses 27 September 2007
^ Rieke Dyah Pitaloka Ingin Hilangkan Image 'Oon', diakses 27 September 2007
^ Puas di Teater, Rieke Dyah Pitaloka Rambah Layar Lebar, diakses 27 September 2007
^ Rieke Diah 'Oneng' Pitaloka Kunjungi Dua Balita Gizi Buruk, diakses 27 September 2007
^ Oneng Bergabung PDIP, diakses 14 Desember 2007
^ http://www.jpnn.com/read/2011/10/28/106882/Rieke:-RUU-BPJS-Tak-Disahkan,-Rakyat-Dikorbankan-
^ http://www.jpnn.com/read/2011/10/28/106880/Rieke:-Alasan-Pemerintah-Tak-Jelas-
^ [Aher-Deddy Resmi Gubernur & Wagub Jabar Periode 2013-2018, diakses dari situs Detik Bandung
^ 18 Artis Lolos ke Senayan Jadi Anggota DPR RI
^ Perjanjian Pranikah Rieke Diah Pitaloka dan Donny Gahral Adian, diakses 27 September 2007
^ Exel J Permadi Kaget dengan Berita Pernikahan Rieke Dyah Pitaloka, diakses 27 September 2007
^ http://hot.detik.com/read/2012/01/09/093524/1809958/230/rieke-dyah-pitaloka-lahirkan-bayi-kembar
^ http://hot.detik.com/read/2012/01/09/153807/1810592/230/misesa-jalumanon-nama-anak-rieke-dyah-pitaloka
^ "Guess what?: Rieke gets twins for birthday". January 10, 2012.
^ vivanews.com - Rieke alami pelecehan seksual
Sapardi Djoko Damono Pembaca Puisi Populair
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono (lahir di Surakarta, 20 Maret 1940; umur 75 tahun) adalah seorang pujangga berkebangsaan Indonesia terkemuka. Ia dikenal melalui berbagai puisi-puisinya yang menggunakan kata-kata sederhana, sehingga beberapa di antaranya sangat populer, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum.
Masa mudanya dihabiskan di Surakarta (lulus SMP Negeri 2 Surakarta tahun 1955 dan SMA Negeri 2 Surakarta tahun 1958). Pada masa ini ia sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. Kesukaannya menulis ini berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sejak tahun 1974 ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia, namun kini telah pensiun. Ia pernah menjadi dekan di sana dan juga menjadi guru besar. Pada masa tersebut ia juga menjadi redaktur pada majalah "Horison", "Basis", dan "Kalam".
Sapardi Djoko Damono banyak menerima penghargaan. Pada tahun 1986 SDD mendapatkan anugerah SEA Write Award. Ia juga penerima Penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003. Ia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar. Ia menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai seorang putra dan seorang putri.
Karya-karya
Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
“”
Sapardi Djoko Damono
Sajak-sajak SDD, begitu ia sering dijuluki, telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa daerah. Ia tidak saja menulis puisi, namun juga cerita pendek. Selain itu, ia juga menerjemahkan berbagai karya penulis asing, menulis esei, serta menulis sejumlah kolom/artikel di surat kabar, termasuk kolom sepak bola. Beberapa puisinya sangat populer dan banyak orang yang mengenalinya, seperti Aku Ingin (sering kali dituliskan bait pertamanya pada undangan perkawinan), Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga, dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari. Kepopuleran puisi-puisi ini sebagian disebabkan musikalisasi terhadapnya. Yang terkenal terutama adalah oleh Reda Gaudiamo dan Tatyana (tergabung dalam duet "Dua Ibu"). Ananda Sukarlan pada tahun 2007 juga melakukan interpretasi atas beberapa karya SDD.
Berikut adalah karya-karya SDD (berupa kumpulan puisi), serta beberapa esei.
Kumpulan Puisi/Prosa
"Duka-Mu Abadi", Bandung (1969)
"Lelaki Tua dan Laut" (1973; terjemahan karya Ernest Hemingway)
"Mata Pisau" (1974)
"Sepilihan Sajak George Seferis" (1975; terjemahan karya George Seferis)
"Puisi Klasik Cina" (1976; terjemahan)
"Lirik Klasik Parsi" (1977; terjemahan)
"Dongeng-dongeng Asia untuk Anak-anak" (1982, Pustaka Jaya)
"Perahu Kertas" (1983)
"Sihir Hujan" (1984; mendapat penghargaan Puisi Putera II di Malaysia)
"Water Color Poems" (1986; translated by J.H. McGlynn)
"Suddenly the night: the poetry of Sapardi Djoko Damono" (1988; translated by J.H. McGlynn)
"Afrika yang Resah (1988; terjemahan)
"Mendorong Jack Kuntikunti: Sepilihan Sajak dari Australia" (1991; antologi sajak Australia, dikerjakan bersama R:F: Brissenden dan David Broks)
"Hujan Bulan Juni" (1994)
"Black Magic Rain" (translated by Harry G Aveling)
"Arloji" (1998)
"Ayat-ayat Api" (2000)
"Pengarang Telah Mati" (2001; kumpulan cerpen)
"Mata Jendela" (2002)
"Ada Berita Apa hari ini, Den Sastro?" (2002)
"Membunuh Orang Gila" (2003; kumpulan cerpen)
"Nona Koelit Koetjing: Antologi cerita pendek Indonesia periode awal (1870an - 1910an)" (2005; salah seorang penyusun)
"Mantra Orang Jawa" (2005; puitisasi mantera tradisional Jawa dalam bahasa Indonesia)
"Before Dawn: the poetry of Sapardi Djoko Damono" (2005; translated by J.H. McGlynn)
"Kolam" (2009; kumpulan puisi)
"Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita" (2012)
"Namaku Sita" (2012; kumpulan puisi)
Selain menerjemahkan beberapa karya Kahlil Gibran dan Jalaluddin Rumi ke dalam bahasa Indonesia, Sapardi juga menulis ulang beberapa teks klasik, seperti Babad Tanah Jawa dan manuskrip I La Galigo. kobe
Musikalisasi Puisi
Musikalisasi puisi karya SDD dimulai pada tahun 1987 ketika beberapa mahasiswanya membantu program Pusat Bahasa, membuat musikalisasi puisi karya beberapa penyair Indonesia, dalam upaya mengapresiasikan sastra kepada siswa SLTA. Saat itulah tercipta musikalisasi Aku Ingin oleh Ags. Arya Dipayana dan Hujan Bulan Juni oleh H. Umar Muslim. Kelak, Aku Ingin diaransemen ulang oleh Dwiki Dharmawan dan menjadi bagian dari "Soundtrack Cinta dalam Sepotong Roti" (1991), dibawakan oleh Ratna Octaviani.
Beberapa tahun kemudian lahirlah album "Hujan Bulan Juni" (1990) yang seluruhnya merupakan musikalisasi dari sajak-sajak Sapardi Djoko Damono. Duet Reda Gaudiamo dan Ari Malibu merupakan salah satu dari sejumlah penyanyi lain, yang adalah mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Album "Hujan Dalam Komposisi" menyusul dirilis pada tahun 1996 dari komunitas yang sama.
Sebagai tindak lanjut atas banyaknya permintaan, album "Gadis Kecil" (2006) diprakarsai oleh duet Dua Ibu, yang terdiri dari Reda Gaudiamo dan Tatyana dirilis, dilanjutkan oleh album "Becoming Dew" (2007) dari duet Reda dan Ari Malibu. Ananda Sukarlan pada Tahun Baru 2008 juga mengadakan konser kantata "Ars Amatoria" yang berisi interpretasinya atas puisi-puisi SDD serta karya beberapa penyair lain.
Buku
"Sastra Lisan Indonesia" (1983), ditulis bersama Subagio Sastrowardoyo dan A. Kasim Achmad. Seri Bunga Rampai Sastra ASEAN.
"Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan"
"Dimensi Mistik dalam Islam" (1986), terjemahan karya Annemarie Schimmel "Mystical Dimension of Islam", salah seorang penulis.
"Jejak Realisme dalam Sastra Indonesia" (2004), salah seorang penulis.
"Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas" (1978).
"Politik ideologi dan sastra hibrida" (1999).
"Pegangan Penelitian Sastra Bandingan" (2005).
"Babad Tanah Jawi" (2005; penyunting bersama Sonya Sondakh, terjemahan bahasa Indonesia dari versi bahasa Jawa karya Yasadipura, Balai Pustaka 1939).
Sumber :
(Indonesia) Profil di TokohIndonesia.com
(Inggris)S.E.A Write Award
Peluncuran album "Becoming Dew"
Artikel tentang acara Puisi Cinta Sapardi Djoko Damono dari Kompas Online, diakses 19 Februari 2008
Hamid Jabbar Pembaca Puisi Terkenal
Hamid Jabbar
Hamid Jabbar (lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, 27 Juli 1949 – meninggal di Jakarta, 29 Mei 2004 pada umur 54 tahun) adalah seorang wartawan, sastrawan dan penyair Indonesia. Ia merupakan salah seorang tokoh sastrawan Angkatan 70-an yang dikenal sebagai penyair yang peka terhadap nilai-nilai religius yang bernafaskan Islam.
Pada tahun 1978, penyair yang seangkatan dengan Sutardji Calzoum Bachri dan Abdul Hadi WM ini menulis puisi panjang yang terkenal dengan judul Indonesiaku.
Selain sebagai sastrawan, Hamid Jabbar juga dikenal sebagai wartawan. Ia pernah berkarier sebagai jurnalis Indonesia Express, redaktur Balai Pustaka, serta redaktur senior majalah sastra Horison yang didirikan oleh Mochtar Lubis.
Hamid Jabbar meninggal dunia pada 29 Mei 2004 ketika sedang membacakan puisi karyanya yang berjudul Merajuk Budaya Menyatukan Indonesia, dalam suatu acara Dies Natalis Universitas Islam Negeri Jakarta.
Karya
Setitik Nur (puisi)
Zikrullah (puisi)
Ketika Khusyuk Tiba Pada Tafakur Kesejuta (puisi)
Poco-Poco (buku kumpulan puisi, 1974)
Dua Warna (buku kumpulan puisi, 1975)
Wajah Kita (buku kumpulan puisi, 1981)
Rujukan
^ a b "Hamid Jabbar". Portal Resmi Provinsi DKI Jakarta. Diakses tanggal 24 Maret 2014.
^ a b c "Penyair Hamid Jabbar Tutup Usia". Liputan6.com. 30 Mei 2004. Diakses tanggal 24 Maret 2014.
Pautan luar
"Doa dan Tahlil untuk Penyair Hamid Jabbar". TEMPO Interaktif. 15 Juni 2004. Diakses tanggal 24 Maret 2014.
"Jangan Takut Syirik". NU Online. 12 Maret 2012. Diakses tanggal 24 Maret 2014.
Hamid Jabbar (lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, 27 Juli 1949 – meninggal di Jakarta, 29 Mei 2004 pada umur 54 tahun) adalah seorang wartawan, sastrawan dan penyair Indonesia. Ia merupakan salah seorang tokoh sastrawan Angkatan 70-an yang dikenal sebagai penyair yang peka terhadap nilai-nilai religius yang bernafaskan Islam.
Pada tahun 1978, penyair yang seangkatan dengan Sutardji Calzoum Bachri dan Abdul Hadi WM ini menulis puisi panjang yang terkenal dengan judul Indonesiaku.
Selain sebagai sastrawan, Hamid Jabbar juga dikenal sebagai wartawan. Ia pernah berkarier sebagai jurnalis Indonesia Express, redaktur Balai Pustaka, serta redaktur senior majalah sastra Horison yang didirikan oleh Mochtar Lubis.
Hamid Jabbar meninggal dunia pada 29 Mei 2004 ketika sedang membacakan puisi karyanya yang berjudul Merajuk Budaya Menyatukan Indonesia, dalam suatu acara Dies Natalis Universitas Islam Negeri Jakarta.
Karya
Setitik Nur (puisi)
Zikrullah (puisi)
Ketika Khusyuk Tiba Pada Tafakur Kesejuta (puisi)
Poco-Poco (buku kumpulan puisi, 1974)
Dua Warna (buku kumpulan puisi, 1975)
Wajah Kita (buku kumpulan puisi, 1981)
Rujukan
^ a b "Hamid Jabbar". Portal Resmi Provinsi DKI Jakarta. Diakses tanggal 24 Maret 2014.
^ a b c "Penyair Hamid Jabbar Tutup Usia". Liputan6.com. 30 Mei 2004. Diakses tanggal 24 Maret 2014.
Pautan luar
"Doa dan Tahlil untuk Penyair Hamid Jabbar". TEMPO Interaktif. 15 Juni 2004. Diakses tanggal 24 Maret 2014.
"Jangan Takut Syirik". NU Online. 12 Maret 2012. Diakses tanggal 24 Maret 2014.
Sutardji Calzoum Bachri Pembaca Puisi Terkenal
Sutardji Calzoum Bachri
Sutardji Calzoum Bachri (lahir di Rengat, Indragiri Hulu, 24 Juni 1941; umur 74 tahun) adalah pujangga Indonesia terkemuka. Setelah lulus SMA Sutardji Calzoum Bachri melanjutkan studinya ke Fakultas Sosial Politik Jurusan Administrasi Negara, Universitas Padjadjaran, Bandung. Pada mulanya Sutardji Calzoum Bachri mulai menulis dalam surat kabar dan mingguan di Bandung, kemudian sajak-sajaknyai dimuat dalam majalah Horison dan Budaya Jaya serta ruang kebudayaan Sinar Harapan dan Berita Buana.
Dari sajak-sajaknya itu Sutardji memperlihatkan dirinya sebagai pembaharu perpuisian Indonesia. Terutama karena konsepsinya tentang kata yang hendak dibebaskan dari kungkungan pengertian dan dikembalikannya pada fungsi kata seperti dalam mantra.
Pada musim panas 1974, Sutardji Calzoum Bachri mengikuti Poetry Reading International di Rotterdam. Kemudian ia mengikuti seminar International Writing Program di Iowa City, Amerika Serikat dari Oktober 1974 sampai April 1975. Sutardji juga memperkenalkan cara baru yang unik dan memikat dalam pembacaan puisi di Indonesia.
Sejumlah sajaknya telah diterjemahkan Harry Aveling ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan dalam antologi Arjuna in Meditation (Calcutta, India), Writing from the World (Amerika Serikat), Westerly Review (Australia) dan dalam dua antologi berbahasa Belanda: Dichters in Rotterdam (Rotterdamse Kunststichting, 1975) dan Ik wil nog duizend jaar leven, negen moderne Indonesische dichters (1979). Pada tahun 1979, Sutardji dianugerah hadiah South East Asia Writer Awards atas prestasinya dalam sastra di Bangkok, Thailand.
O Amuk Kapak merupakan penerbitan yang lengkap sajak-sajak Calzoum Bachri dari periode penulisan 1966 sampai 1979. Tiga kumpulan sajak itu mencerminkan secara jelas pembaharuan yang dilakukannya terhadap puisi Indonesia modern.
Sutardji Calzoum Bachri (lahir di Rengat, Indragiri Hulu, 24 Juni 1941; umur 74 tahun) adalah pujangga Indonesia terkemuka. Setelah lulus SMA Sutardji Calzoum Bachri melanjutkan studinya ke Fakultas Sosial Politik Jurusan Administrasi Negara, Universitas Padjadjaran, Bandung. Pada mulanya Sutardji Calzoum Bachri mulai menulis dalam surat kabar dan mingguan di Bandung, kemudian sajak-sajaknyai dimuat dalam majalah Horison dan Budaya Jaya serta ruang kebudayaan Sinar Harapan dan Berita Buana.
Dari sajak-sajaknya itu Sutardji memperlihatkan dirinya sebagai pembaharu perpuisian Indonesia. Terutama karena konsepsinya tentang kata yang hendak dibebaskan dari kungkungan pengertian dan dikembalikannya pada fungsi kata seperti dalam mantra.
Pada musim panas 1974, Sutardji Calzoum Bachri mengikuti Poetry Reading International di Rotterdam. Kemudian ia mengikuti seminar International Writing Program di Iowa City, Amerika Serikat dari Oktober 1974 sampai April 1975. Sutardji juga memperkenalkan cara baru yang unik dan memikat dalam pembacaan puisi di Indonesia.
Sejumlah sajaknya telah diterjemahkan Harry Aveling ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan dalam antologi Arjuna in Meditation (Calcutta, India), Writing from the World (Amerika Serikat), Westerly Review (Australia) dan dalam dua antologi berbahasa Belanda: Dichters in Rotterdam (Rotterdamse Kunststichting, 1975) dan Ik wil nog duizend jaar leven, negen moderne Indonesische dichters (1979). Pada tahun 1979, Sutardji dianugerah hadiah South East Asia Writer Awards atas prestasinya dalam sastra di Bangkok, Thailand.
O Amuk Kapak merupakan penerbitan yang lengkap sajak-sajak Calzoum Bachri dari periode penulisan 1966 sampai 1979. Tiga kumpulan sajak itu mencerminkan secara jelas pembaharuan yang dilakukannya terhadap puisi Indonesia modern.
Iwan Fals Pembaca Puisi Mahal
Iwan Fals
Iwan Fals yang bernama lahir Virgiawan Listanto (lahir di Jakarta, 3 September 1961; umur 54 tahun) adalah seorang Penyanyi beraliran Balada, Pop, Rock, dan Country yang menjadi salah satu legenda di Indonesia.
Karier
Lewat lagu-lagunya, ia 'memotret' suasana sosial kehidupan Indonesia pada akhir tahun 70'an hingga sekarang, kehidupan dunia pada umumnya, dan kehidupan itu sendiri. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang Istana, Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di luar Indonesia, seperti Ethiopia) mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya. Namun, Iwan Fals tidak hanya menyanyikan lagu ciptaannya sendiri tetapi juga sejumlah pencipta lain.
Iwan yang juga sempat aktif di kegiatan olahraga, pernah meraih gelar Juara II Karate Tingkat Nasional dan Juara IV Karate Tingkat Nasional 1989, sempat masuk pelatnas dan melatih karate di kampusnya, STP (Sekolah Tinggi Publisistik). Iwan juga sempat menjadi kolumnis di beberapa tabloid olah raga.
Kharisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum 'akar rumput'. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang tersebar di seluruh nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan seruan OI. Yayasan ini mewadahi aktivitas para penggemar Iwan Fals. Hingga sekarang kantor cabang OI dapat ditemui di setiap penjuru nusantara dan beberapa bahkan sampai ke mancanegara.[butuh rujukan]
Biografi
Masa kecil Iwan Fals atau yang biasa kita kenal sebagai Iwan dihabiskan di Bandung, kemudian di Jeddah, Arab Saudi, selama 8 bulan. Bakat musiknya makin terasah di usianya yang ke-13 tahun, saat Iwan banyak menghabiskan waktunya dengan mengamen di Bandung. Bermain gitar dilakukannya sejak masih muda atau belum tua bahkan ia mengamen untuk melatih kemampuannya bergitar dan mencipta lagu. Ketika di SMP, Iwan menjadi gitaris dalam paduan suara sekolah.
Selanjutnya, datang ajakan untuk mengadu nasib di Jakarta dari seorang produser. Ia lalu menjual sepeda motornya untuk biaya membuat master. Iwan rekaman album pertama bersama rekan-rekannya, Toto Gunarto, Helmi Bahfen, dan Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul, namun album tersebut gagal di pasaran dan Iwan kembali menjalani profesi sebagai pengamen. Album ini sekarang menjadi buruan para kolektor serta fans fanatik Iwan Fals.
Setelah dapat juara di festival musik country, Iwan ikut festival lagu humor. Arwah Setiawan (almarhum), lagu-lagu humor milik Iwan sempat direkam bersama Pepeng, Krisna, dan Nana Krip serta diproduksi oleh ABC Records, tapi juga gagal dan hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja. Sampai akhirnya, perjalanan Iwan bekerja sama dengan Musica Studio. Sebelum ke Musica, Iwan sudah rekaman sekitar 4-5 album. Di Musica, barulah lagu-lagu Iwan digarap lebih serius. Album Sarjana Muda, misalnya, musiknya ditangani oleh Willy Soemantri.
Iwan tetap menjalani profesinya sebagai pengamen. Ia mengamen dengan mendatangi rumah-rumah satu demi satu, kadang di Pasar Kaget atau Blok M. Album Sarjana Muda ternyata banyak diminati dan Iwan mulai mendapatkan berbagai tawaran untuk bernyanyi. Ia kemudian sempat masuk televisi setelah tahun 1987. Saat acara Manasuka Siaran Niaga disiarkan di TVRI, lagu Oemar Bakri sempat ditayangkan di TVRI. Ketika anak kedua Iwan, Cikal lahir tahun 1985, kegiatan mengamen langsung dihentikan.
Selama Orde Baru, banyak jadwal acara konser Iwan yang dilarang dan dibatalkan oleh aparat pemerintah, karena lirik-lirik lagunya dianggap dapat memancing kerusuhan. Pada awal kariernya, Iwan Fals banyak membuat lagu yang bertema kritikan terhadap pemerintah. Beberapa lagu itu bahkan bisa dikategorikan terlalu keras pada masanya, sehingga perusahaan rekaman yang memayungi Iwan Fals enggan atau lebih tepatnya tidak berani memasukkan lagu-lagu tersebut dalam album untuk dijual bebas. Belakangan Iwan Fals juga mengakui kalau pada saat itu dia sendiri juga tidak tertarik untuk memasukkan lagu-lagu ini ke dalam album.[butuh rujukan]
Rekaman lagu-lagu yang tidak dipasarkan tersebut kemudian sempat diputar di sebuah stasiun radio yang sekarang sudah tidak mengudara lagi. Iwan Fals juga pernah menyanyikan lagu-lagu tersebut dalam beberapa konser musik, yang mengakibatkan dia berulang kali harus berurusan dengan pihak keamanan dengan alasan lirik lagu yang dinyanyikan dapat mengganggu stabilitas negara.[butuh rujukan] Beberapa konser musiknya pada tahun 80'an juga sempat disabotase dengan cara memadamkan aliran listrik dan pernah juga dibubarkan secara paksa hanya karena Iwan Fals membawakan lirik lagu yang menyindir penguasa saat itu.
Pada bulan April tahun 1984 Iwan Fals harus berurusan dengan aparat keamanan dan sempat ditahan dan diinterogasi selama 2 minggu gara-gara menyanyikan lirik lagu Demokrasi Nasi dan Pola Sederhana juga Mbak Tini pada sebuah konser di Pekanbaru. Sejak kejadian itu, Iwan Fals dan keluarganya sering mendapatkan teror.[butuh rujukan] Hanya segelintir fans fanatik Iwan Fals yang masih menyimpan rekaman lagu-lagu ini, dan sekarang menjadi koleksi yang sangat berharga.
Saat bergabung dengan kelompok SWAMI dan merilis album bertajuk SWAMI pada 1989, nama Iwan semakin meroket dengan mencetak hits Bento dan Bongkar yang sangat fenomenal. Perjalanan karier Iwan Fals terus menanjak ketika dia bergabung dengan Kantata Takwa pada 1990 yang didukung penuh oleh pengusaha Setiawan Djodi. Konser-konser Kantata Takwa saat itu sampai sekarang dianggap sebagai konser musik yang terbesar dan termegah sepanjang sejarah musik Indonesia.[butuh rujukan]
Setelah kontrak dengan SWAMI yang menghasilkan dua album (SWAMI dan SWAMI II) berakhir, dan di sela Kantata (yang menghasilkan Kantata Takwa dan Kantata Samsara), Iwan Fals masih meluncurkan album-album solo maupun bersama kelompok seperti album Dalbo yang dikerjakan bersama sebagian mantan personel SWAMI.
Sejak meluncurnya album Suara Hati pada 2002, Iwan Fals telah memiliki kelompok musisi pengiring yang tetap dan selalu menyertai dalam setiap pengerjaan album maupun konser. Menariknya, dalam seluruh alat musik yang digunakan baik oleh Iwan fals maupun band-nya pada setiap penampilan di depan publik tidak pernah terlihat merek maupun logo. Seluruh identitas tersebut selalu ditutupi atau dihilangkan. Pada panggung yang menjadi dunianya, Iwan Fals tidak pernah mengizinkan ada logo atau tulisan sponsor terpampang untuk menjaga idealismenya yang tidak mau dianggap menjadi wakil dari produk tertentu.[butuh rujukan]
Keluarga
Iwan lahir dari pasangan Lies Suudijah asal Tasikmalaya (ibu) dan (alm) Kolonel Anumerta Sucipto asal Jawa merupakan anak petinggi di pabrik Gula Kalibagor, Jawa Tengah. (ayah). Iwan menikahi Rosana yang akrab disapa "Mbak Yos" pada tahun 1980, hasil dari pernikahannya Iwan memiliki tiga anak yaitu, (alm) Galang Rambu Anarki (1 Januari 1982 - April 1997), Annisa Cikal Rambu Bassae (1985), dan Raya Rambu Rabbani (22 Januari 2003).
Galang mengikuti jejak ayahnya terjun di bidang musik. Walaupun demikian, musik yang ia bawakan berbeda dengan yang telah menjadi trademark ayahnya. Galang kemudian menjadi gitaris kelompok BUNGA dan sempat merilis satu album perdana menjelang kematiannya tahun 1997.
Setelah Meninggalnya Galang Rambu Anarki lalu Iwan Fals Mendirikan Sebuah Ormas Berbentuk Fans yaitu OI (Orang Indonesia)
Nama Galang juga dijadikan salah satu lagu Iwan, berjudul Galang Rambu Anarki pada album Opini, yang bercerita tentang kegelisahan orang tua menghadapi kenaikan harga-harga barang sebagai imbas dari kenaikan harga BBM pada awal tahun 1982 yaitu pada hari kelahiran Galang (1 Januari 1982).
Nama Cikal sebagai putri kedua juga diabadikan sebagai judul album dan judul lagu Iwan Fals yang terbit tahun 1991. Sebelumnya Cikal juga pernah dibuatkan lagu dengan judul Anisa pada tahun 1986. Rencananya lagu ini dimasukkan dalam album Aku Sayang Kamu, namun dibatalkan. Lirik lagu ini cukup kritis sehingga perusahaan rekaman batal menyertakannya. Pada cover album Aku Sayang Kamu terutama cetakan awal, pada bagian penata musik masih tertulis kata Anissa.
Galang Rambu Anarki meninggal pada bulan April 1997 secara mendadak yang membuat aktivitas bermusik Iwan Fals sempat vakum selama beberapa tahun. Galang dimakamkan di pekarangan rumah Iwan Fals di desa Kp. Leuwinanggung No. 19 Tapos, Depok Jawa Barat. Sepeninggal Galang, Iwan sering menyibukkan diri dengan melukis dan berlatih bela diri. Pada tahun 1999, Iwan berkolaborasi dengan Farid Bento. Pada tahun 2002, Iwan mulai aktif lagi membuat album setelah sekian lama menyendiri. Dia pun mulai bangkit dengan munculnya album Suara Hati yang di dalamnya terdapat lagu Hadapi Saja yang bercerita tentang kehilangan Galang. Pada lagu ini istri Iwan Fals (Ros) juga ikut menyumbangkan suaranya.
Sejak meninggalnya Galang Rambu Anarki, warna dan gaya bermusik Iwan Fals terasa berbeda. Dia tidak segarang dan tidak seliar dahulu. Lirik-lirik lagunya lebih mendalam dan religius.[butuh rujukan] Iwan Fals juga sempat membawakan lagu-lagu bertema cinta baik karangannya sendiri maupun dari orang lain.
Pada tanggal 22 Januari 2003, Iwan Fals dianugerahi seorang anak lelaki yang diberi nama Raya Rambu Rabbani. Kelahiran putra ketiganya ini seakan menjadi pengganti almarhum Galang Rambu Anarki dan banyak memberi inspirasi dalam dunia musik seorang Iwan Fals.[butuh rujukan] Nama anaknya ini yang kemudian diabadikan dalam album iwan fals berisi 2 keping CD, "Raya" (2013).
Di luar musik dan lirik, penampilan Iwan Fals juga berubah total. Saat putra pertamanya meninggal dunia, Iwan Fals mencukur habis rambut panjangnya hingga gundul. Sekarang dia berpenampilan lebih bersahaja, rambut berpotongan rapi disisir juga kumis dan jenggotnya dihilangkan. Dari sisi pakaian, dia lebih sering menggunakan kemeja yang dimasukkan pada setiap kesempatan tampil di depan publik, sangat jauh berbeda dengan penampilannya dahulu yang lebih sering memakai kaus oblong bahkan bertelanjang dada dengan rambut panjang tidak teratur dan kumis tebal.
Peranan istrinya juga menjadi penting sejak putra pertamanya tiada. Rosana menjadi manajer pribadi Iwan Fals yang mengatur segala jadwal kegiatan dan kontrak. Dengan adanya Iwan Fals Manajemen (IFM), Fals lebih profesional dalam berkarier.
Pendidikan
SMPN 5 Bandung, Jawa Barat
SMAK BPK Bandung
STP (Sekolah Tinggi Publisistik, sekarang IISIP)
Institut Kesenian Jakarta (IKJ)
Diskografi
Iwan Fals pada cover majalah Rolling Stone Mei 2007
Iwan Fals pada cover majalah Rolling Stone Mei 2007
Tidak seluruh album yang dikeluarkan Iwan Fals berisi lagu baru. Pada tahun-tahun terakhir, Iwan Fals sering mengeluarkan rilis ulang lagu-lagu lamanya, baik dengan aransemen asli maupun dengan aransemen ulang. Pada tahun-tahun terakhir ini pula Iwan Fals lebih banyak memilih berkolaborasi dengan musisi muda berbakat.
Banyak lagu Iwan Fals yang tidak dijual secara bebas. Lagu-lagu tersebut menjadi koleksi ekslusif para penggemarnya dan kebanyakan direkam secara live. Beberapa lagu Iwan Fals yang tidak dikomersialkan seperti lagu 'Pulanglah' yang didedikasikan khusus untuk almarhum Munir ternyata sangat digemari yang akhirnya direkam ulang dan dimasukkan ke dalam album 50:50 yang beredar pada tahun 2007.
Fans Keluarga Besar Iwan Fals
1. Fals Mania FC-SI (Fama)
2. Ormas Oi (Oi)
3. Komunitas Tiga Rambu (K3R)
Album
Amburadul (1975)
Yang Muda Yang Bercanda I (1978)
Yang Muda Yang Bercanda II (1978)
Canda Dalam Nada (1978)
Canda Dalam Ronda (1979)
Perjalanan (1979)
3 Bulan (1980)
Sarjana Muda (1981)
Opini (1982)
Sumbang (1983)
Barang Antik (1984)
Sugali (1984)
KPJ (Kelompok Penyanyi Jalanan) (1985)
Sore Tugu Pancoran (1985)
Aku Sayang Kamu (1986)
Ethiopia (1986)
Lancar (1987)
Wakil Rakyat (1987)
1910 (1988)
Mata Dewa (1989)
Antara Aku, Kau Dan Bekas Pacarmu (1989)
Swami I (1989)
Kantata Takwa (1990)
Cikal (1991)
Swami II (1991)
Belum Ada Judul (1992)
Hijau (1992)
Dalbo (1993)
Anak Wayang (1994)
Orang Gila (1994)
Lagu Pemanjat (bersama Trahlor) (1996)
Kantata Samsara (1998)
Best of the Best Iwan Fals (2000)
Suara Hati (2002)
In Collaboration with (2003)
Manusia Setengah Dewa (2004)
Iwan Fals in Love (2005)
50:50 (2007)
Untukmu Terkasih (2009) - mini album
Keseimbangan - Iwan Fals (2010)
Tergila-gila (2011)
Kantata Barock (2012)
Raya (2013)
Palestina (2014)
Single
Serenade (bersama Ritta Rubby) (1984)
Kemesraan (bersama artis Musica) (1988)
Percayalah Kasih (bersama Jockie Surjoprajogo dan Vina Panduwinata)
Terminal (bersama Franky S.) (1994)
Mata Hati (bersama Ian Antono) (1995)
Orang Pinggiran (bersama Franky S.) (1995)
Katakan Kita Rasakan (bersama artis Musica)
Di Bawah Tiang Bendera (bersama artis Musica) (1996)
Haruskah Pergi (bersama Indra Lesmana dan Import Musik) (2006)
Selancar (bersama Indra Lesmana dan Import Musik) (2006)
Tanam Tanam Siram Siram (Kampanye Indonesia Menanam) (2006)
Marilah Kemari (Tribute to Titiek Puspa) (2006)
Aku Milikmu (Original Soundtrack Lovers/Kekasih) (2008)
Single Hits yang dibawakan penyanyi lain
Maaf (dibawakan oleh Ritta Rubby) (1986)
Belailah (dibawakan oleh Ritta Rubby) (1986)
Trauma (dibawakan oleh God Bless) (1988)
Damai yang Hilang (dibawakan oleh God Bless) (1988)
Orang dalam Kaca (dibawakan oleh God Bless) (1988)
Pak Tua (dibawakan oleh grup band Elpamas) (1991)
Oh (dibawakan oleh Fajar Budiman) (1994)
Nyanyian Laut (dibawakan Nicky Astria)
Menangis (dibawakan oleh Franky S.)
Bunga Kehidupan (dibawakan oleh artis Musica)
Air Mata Api (dibawakan oleh Superman Is Dead) (2012)
Serenade dibawakan oleh Steven N Coconut Treez dan berubah judul menjadi Sere
Album Kompilasi
* Tragedi
1. Ada Lagi Yang Mati
2. Kuli Jalan
3. Puing
4. Columbia
5.Timur Tengah 1
6. Azan Subuh Masih Ditelinga
7. Timur Tengah II
8. Libur Kecil kaum Kusam
9. Berandal Malam Dibangku Terminal
10. Nelayan
11. Ethiopia
12. Celoteh Camar Tolol
13. 1910
* Banjo & Harmonika
1. Oemar Bakri
2. Obat Awet Muda
3. Ambulance Zig Zag
4. Barang Antik
5. Isi Rimba Tak Ada tempat Berpijak
6. Tarmijah & Problemanya
7. Ujung Aspal Pondok Gede
8. Opiniku
9. Tince Sukarti Binti Mahmud
10. Berapa
11. Nenekku Okem
12. Tante Lisa
13. Kota
14. Lancar
15. Kuli Jalan
Celoteh-celoteh
Celoteh-celoteh 2
Country
Tembang Cinta (1990)
Akustik
Akustik Ke-2 (1997)
Salam Reformasi (1998)
Salam Reformasi 2 (1999)
Prihatin (2000)
Lagu yang tidak beredar
Demokrasi Nasi (1978)
Semar Mendem (1978)
Pola Sederhana (Anak Cendana) (1978)
Mbak Tini (1978)
Siti Sang Bidadari (1978)
Kisah Sapi Malam (1978)
Mince Makelar (1978)
Luka Lama (1984)
Anissa (1986)
Biarkan Indonesia Tanpa Koran (1986)
Oh Indonesia (1992)
Imelda Mardun (1992)
Maumere (1993)
Joned (1993)
Mesin Mesin Pembunuh (1994)
Suara dari Jalanan (1996)
Demokrasi Otoriter (1996)
Pemandangan (1996)
Jambore Wisata (1996)
Aku Tak Punya Apa-Apa (1997)
Cerita Lama Tiananmen (1998)
Serdadu dan Kutil (1998)
15 Juta (1998)
Mencari Kata-Kata (1998)
Malam Sunyi (1999)
Sketsa Setan yang Bisu (2000)
Indonesiaku (2001)
Kemarau (2003)
Lagu Sedih (2003)
Kembali ke Masa Lalu (2003)
Harapan Tak Boleh Mati (2004)
Saat Minggu Masih Pagi (2004)
Repot Nasi/Sami Mawon (2005)
Hari Raya Bumi (2007)
Berita Cuaca (2008)
Paman Zam
Kapal Bau Pesing
Makna Hidup Ini
Selamat Tinggal Ramadhan
Nyatakan Saja
Berputar Putar
Air dan Batu
Lagu Pegangan
Semut Api dan Cacing Kecil
Kata-Kata
Peniti Benang
Pukul Dua Malam
Curiga
Penjara
Belatung
Dulu Sekarang dan Selama Nya
Bunga Kayu Di Beranda
Nyanyian Sopir
Bunga Hitam
Aku Bergelora
Suara dari Jalanan
Pepaya
Ibuku Matahariku
Si Gembala Sapi (Babadotan)
Harapan Tak Boleh Mati
Oh
Bersatulah
Join In Jeans & Jackets
Indonesia Pusaka
Pondokku
Reformasi
Tuhan
Kasih Jangan Kau Pergi (Ft. Bunga)
Gila (Ft. Bunga)
Maling Budiman
Serpihan Surga Pagar Alam
Tanah Air Udara dan Api (live)
Komunitas Tiga Rambu (live)
Birokrasi Semut
Rumi Sang Pencerah (Juni 2011)
Hentikan! (2011)
Isyarat (2011)
Gugusan Bintang (2011)
Garong Wan Takuup (2011)
Cenis Cenos (1990)
Polteng "Polisi Tengik" (2012-Lagu Jamming bersama Komunitas OI yang belum sempat direkam)
Filmografi
Damai Kami Sepanjang Hari (1985)
Kantata Takwa (film) (1990)
Kekasih (2008) - cameo
Penghargaan
Juara I Festival Musik Country (1980).
Gold record, lagu Oemar Bakri, PT Musica Studio's.
Silver record, penyanyi & pencipta lagu Ethiopia, PT Musica Studio's.
Penghargaan prestasi artis HDX 1987 - 1988, pencipta lagu Buku Ini Aku Pinjam.
Penyanyi Pujaan, BASF, (1989).
The best selling, album Mata Dewa, BASF, 1988 - 1989.
Konser Dengan Penonton Terbesar Sepanjang Masa Tahun (1991) di Stadion Utama Gelora Bung Karno senayan. Tercatat 150.000 Penonton Memadati Stadion. Bahkan Ada yang Naik ke Atap Stadion.
Penyanyi rekaman pria terbaik, album Anak Wayang, BASF Award XI, 18 April 1996.
Penyanyi solo terbaik Country/Balada, Anugrah Musik Indonesia - 1999.
Presents This Certificate To Iwan Fals In Recognition Of The Contribution To Cultural Exchange Between Korea and Indonesia, 25 September 1999.
Penyanyi solo terbaik Country/Balada AMI Sharp Award (2000).
Video klip terbaik lagu Entah, Video Musik Indonesia periode VIII - 2000/2001.
Triple Platinum Award, Album Best Of The Best Iwan Fals, PT Musica Studio's - Juni 2002.
Pada 29 April 2002 Iwan Fals di Nobatkan Sebagai Asian Heroes yaitu Sebagai Salah Satu “Pahlawan Besar Asia”,
6th AMI Sharp Award, album terbaik Country/Balada.
6th AMI Sharp Award, artis solo/duo/grup terbaik Country/Balada.
Pemenang video klip terbaik edisi - Juli 2002, lagu Kupu-Kupu Hitam Putih, Video Musik Indonesia, periode I- 2002/2003.
Penghargaan album In Collaboration with, angka penjualan di atas 150.000 unit, PT Musica Studio's - Juni 2003.
Triple Platinum Award, album In Collaboration with, angka penjualan di atas 450.000 unit, PT Musica Studio's - November 2003.
7th AMI Award 2003, Legend Awards.
7th AMI Award 2003, Penyanyi Solo Pria Pop Terbaik.
Penghargaan M Indonesia 2003, Most Favourite Male.
SCTV Music Award 2004, album Ngetop! (pop) In Collaboration with.
SCTV Music Award 2004, Penyanyi Pop Ngetop.
Anugrah Planet Muzik 2004.
Generasi Biang Extra Joss - 2004.
8th AMI Samsung Award, Karya Produksi Balada Terbaik.
SCTV Music Award 2005, album pop solo ngetop Iwan Fals In Love.
With The Compliment Of Metro TV.
Partisipasi dalam acara konser Salam Lebaran 2005, PT Gudang Garam Indonesia.
6 Album Iwan Fals Swami, Sarjana Muda, Kantata Takwa, Mata Dewa, Orang Gila, Aku Sayang Kamu! Masuk dalam 150 Album Indonesia Terbaik Sepanjang Masa pada Tahun (2007)
Mendapatkan Talk Less Do More Award sebagai salah satu Class Music Heroes 2009.
Lagunya bersama {Swami} yang berjudul [Bongkar] menerima penghargaan 150 lagu terbaik sepanjang masa versi Majalah Rolling Stone peringkat 1.
Penghargaan Satyalancana Kebudayaan Pemerintah Republik Indonesia (2010)
Iwan Fals Dianugrahi bintang Satyalencana Kebudayaan 2010. Mereka dinilai berjasa mengembangkan dan melestarikan budaya.
Soegeng Sarjadi Awards on Good Governance Katagori Masyarakat Sipil yang Memberikan Banyak sumbangsih pemikirannya lewat lagu-lagu pro demokrasi (2012)
Penghargaan "LIFETIME ACHIEVEMENT AWARDS" The Legend Iwan Fals 40 Tahun Berkarya di Dunia Musik Indonesia dari NET. di Indonesian Choice Awards (2014)
Iklan
TOP Coffee bersama Nikita Willy dan Samuel Zylgwyn
TVS Motor
Gudang Garam International
Sampoerna A Hijau
Pranala luar
(Indonesia) Situs web resmi Iwan Fals
(Inggris) Time Asia: Asian Heroes - Iwan Fals
(Indonesia) Profil di KapanLagi.com
Referensi
^ ":: Menbudpar Sematkan Satyalencana Kebudayaan 2010 ::". Diakses tanggal 2011-04-03.
Iwan Fals yang bernama lahir Virgiawan Listanto (lahir di Jakarta, 3 September 1961; umur 54 tahun) adalah seorang Penyanyi beraliran Balada, Pop, Rock, dan Country yang menjadi salah satu legenda di Indonesia.
Karier
Lewat lagu-lagunya, ia 'memotret' suasana sosial kehidupan Indonesia pada akhir tahun 70'an hingga sekarang, kehidupan dunia pada umumnya, dan kehidupan itu sendiri. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang Istana, Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di luar Indonesia, seperti Ethiopia) mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya. Namun, Iwan Fals tidak hanya menyanyikan lagu ciptaannya sendiri tetapi juga sejumlah pencipta lain.
Iwan yang juga sempat aktif di kegiatan olahraga, pernah meraih gelar Juara II Karate Tingkat Nasional dan Juara IV Karate Tingkat Nasional 1989, sempat masuk pelatnas dan melatih karate di kampusnya, STP (Sekolah Tinggi Publisistik). Iwan juga sempat menjadi kolumnis di beberapa tabloid olah raga.
Kharisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum 'akar rumput'. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang tersebar di seluruh nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan seruan OI. Yayasan ini mewadahi aktivitas para penggemar Iwan Fals. Hingga sekarang kantor cabang OI dapat ditemui di setiap penjuru nusantara dan beberapa bahkan sampai ke mancanegara.[butuh rujukan]
Biografi
Masa kecil Iwan Fals atau yang biasa kita kenal sebagai Iwan dihabiskan di Bandung, kemudian di Jeddah, Arab Saudi, selama 8 bulan. Bakat musiknya makin terasah di usianya yang ke-13 tahun, saat Iwan banyak menghabiskan waktunya dengan mengamen di Bandung. Bermain gitar dilakukannya sejak masih muda atau belum tua bahkan ia mengamen untuk melatih kemampuannya bergitar dan mencipta lagu. Ketika di SMP, Iwan menjadi gitaris dalam paduan suara sekolah.
Selanjutnya, datang ajakan untuk mengadu nasib di Jakarta dari seorang produser. Ia lalu menjual sepeda motornya untuk biaya membuat master. Iwan rekaman album pertama bersama rekan-rekannya, Toto Gunarto, Helmi Bahfen, dan Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul, namun album tersebut gagal di pasaran dan Iwan kembali menjalani profesi sebagai pengamen. Album ini sekarang menjadi buruan para kolektor serta fans fanatik Iwan Fals.
Setelah dapat juara di festival musik country, Iwan ikut festival lagu humor. Arwah Setiawan (almarhum), lagu-lagu humor milik Iwan sempat direkam bersama Pepeng, Krisna, dan Nana Krip serta diproduksi oleh ABC Records, tapi juga gagal dan hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja. Sampai akhirnya, perjalanan Iwan bekerja sama dengan Musica Studio. Sebelum ke Musica, Iwan sudah rekaman sekitar 4-5 album. Di Musica, barulah lagu-lagu Iwan digarap lebih serius. Album Sarjana Muda, misalnya, musiknya ditangani oleh Willy Soemantri.
Iwan tetap menjalani profesinya sebagai pengamen. Ia mengamen dengan mendatangi rumah-rumah satu demi satu, kadang di Pasar Kaget atau Blok M. Album Sarjana Muda ternyata banyak diminati dan Iwan mulai mendapatkan berbagai tawaran untuk bernyanyi. Ia kemudian sempat masuk televisi setelah tahun 1987. Saat acara Manasuka Siaran Niaga disiarkan di TVRI, lagu Oemar Bakri sempat ditayangkan di TVRI. Ketika anak kedua Iwan, Cikal lahir tahun 1985, kegiatan mengamen langsung dihentikan.
Selama Orde Baru, banyak jadwal acara konser Iwan yang dilarang dan dibatalkan oleh aparat pemerintah, karena lirik-lirik lagunya dianggap dapat memancing kerusuhan. Pada awal kariernya, Iwan Fals banyak membuat lagu yang bertema kritikan terhadap pemerintah. Beberapa lagu itu bahkan bisa dikategorikan terlalu keras pada masanya, sehingga perusahaan rekaman yang memayungi Iwan Fals enggan atau lebih tepatnya tidak berani memasukkan lagu-lagu tersebut dalam album untuk dijual bebas. Belakangan Iwan Fals juga mengakui kalau pada saat itu dia sendiri juga tidak tertarik untuk memasukkan lagu-lagu ini ke dalam album.[butuh rujukan]
Rekaman lagu-lagu yang tidak dipasarkan tersebut kemudian sempat diputar di sebuah stasiun radio yang sekarang sudah tidak mengudara lagi. Iwan Fals juga pernah menyanyikan lagu-lagu tersebut dalam beberapa konser musik, yang mengakibatkan dia berulang kali harus berurusan dengan pihak keamanan dengan alasan lirik lagu yang dinyanyikan dapat mengganggu stabilitas negara.[butuh rujukan] Beberapa konser musiknya pada tahun 80'an juga sempat disabotase dengan cara memadamkan aliran listrik dan pernah juga dibubarkan secara paksa hanya karena Iwan Fals membawakan lirik lagu yang menyindir penguasa saat itu.
Pada bulan April tahun 1984 Iwan Fals harus berurusan dengan aparat keamanan dan sempat ditahan dan diinterogasi selama 2 minggu gara-gara menyanyikan lirik lagu Demokrasi Nasi dan Pola Sederhana juga Mbak Tini pada sebuah konser di Pekanbaru. Sejak kejadian itu, Iwan Fals dan keluarganya sering mendapatkan teror.[butuh rujukan] Hanya segelintir fans fanatik Iwan Fals yang masih menyimpan rekaman lagu-lagu ini, dan sekarang menjadi koleksi yang sangat berharga.
Saat bergabung dengan kelompok SWAMI dan merilis album bertajuk SWAMI pada 1989, nama Iwan semakin meroket dengan mencetak hits Bento dan Bongkar yang sangat fenomenal. Perjalanan karier Iwan Fals terus menanjak ketika dia bergabung dengan Kantata Takwa pada 1990 yang didukung penuh oleh pengusaha Setiawan Djodi. Konser-konser Kantata Takwa saat itu sampai sekarang dianggap sebagai konser musik yang terbesar dan termegah sepanjang sejarah musik Indonesia.[butuh rujukan]
Setelah kontrak dengan SWAMI yang menghasilkan dua album (SWAMI dan SWAMI II) berakhir, dan di sela Kantata (yang menghasilkan Kantata Takwa dan Kantata Samsara), Iwan Fals masih meluncurkan album-album solo maupun bersama kelompok seperti album Dalbo yang dikerjakan bersama sebagian mantan personel SWAMI.
Sejak meluncurnya album Suara Hati pada 2002, Iwan Fals telah memiliki kelompok musisi pengiring yang tetap dan selalu menyertai dalam setiap pengerjaan album maupun konser. Menariknya, dalam seluruh alat musik yang digunakan baik oleh Iwan fals maupun band-nya pada setiap penampilan di depan publik tidak pernah terlihat merek maupun logo. Seluruh identitas tersebut selalu ditutupi atau dihilangkan. Pada panggung yang menjadi dunianya, Iwan Fals tidak pernah mengizinkan ada logo atau tulisan sponsor terpampang untuk menjaga idealismenya yang tidak mau dianggap menjadi wakil dari produk tertentu.[butuh rujukan]
Keluarga
Iwan lahir dari pasangan Lies Suudijah asal Tasikmalaya (ibu) dan (alm) Kolonel Anumerta Sucipto asal Jawa merupakan anak petinggi di pabrik Gula Kalibagor, Jawa Tengah. (ayah). Iwan menikahi Rosana yang akrab disapa "Mbak Yos" pada tahun 1980, hasil dari pernikahannya Iwan memiliki tiga anak yaitu, (alm) Galang Rambu Anarki (1 Januari 1982 - April 1997), Annisa Cikal Rambu Bassae (1985), dan Raya Rambu Rabbani (22 Januari 2003).
Galang mengikuti jejak ayahnya terjun di bidang musik. Walaupun demikian, musik yang ia bawakan berbeda dengan yang telah menjadi trademark ayahnya. Galang kemudian menjadi gitaris kelompok BUNGA dan sempat merilis satu album perdana menjelang kematiannya tahun 1997.
Setelah Meninggalnya Galang Rambu Anarki lalu Iwan Fals Mendirikan Sebuah Ormas Berbentuk Fans yaitu OI (Orang Indonesia)
Nama Galang juga dijadikan salah satu lagu Iwan, berjudul Galang Rambu Anarki pada album Opini, yang bercerita tentang kegelisahan orang tua menghadapi kenaikan harga-harga barang sebagai imbas dari kenaikan harga BBM pada awal tahun 1982 yaitu pada hari kelahiran Galang (1 Januari 1982).
Nama Cikal sebagai putri kedua juga diabadikan sebagai judul album dan judul lagu Iwan Fals yang terbit tahun 1991. Sebelumnya Cikal juga pernah dibuatkan lagu dengan judul Anisa pada tahun 1986. Rencananya lagu ini dimasukkan dalam album Aku Sayang Kamu, namun dibatalkan. Lirik lagu ini cukup kritis sehingga perusahaan rekaman batal menyertakannya. Pada cover album Aku Sayang Kamu terutama cetakan awal, pada bagian penata musik masih tertulis kata Anissa.
Galang Rambu Anarki meninggal pada bulan April 1997 secara mendadak yang membuat aktivitas bermusik Iwan Fals sempat vakum selama beberapa tahun. Galang dimakamkan di pekarangan rumah Iwan Fals di desa Kp. Leuwinanggung No. 19 Tapos, Depok Jawa Barat. Sepeninggal Galang, Iwan sering menyibukkan diri dengan melukis dan berlatih bela diri. Pada tahun 1999, Iwan berkolaborasi dengan Farid Bento. Pada tahun 2002, Iwan mulai aktif lagi membuat album setelah sekian lama menyendiri. Dia pun mulai bangkit dengan munculnya album Suara Hati yang di dalamnya terdapat lagu Hadapi Saja yang bercerita tentang kehilangan Galang. Pada lagu ini istri Iwan Fals (Ros) juga ikut menyumbangkan suaranya.
Sejak meninggalnya Galang Rambu Anarki, warna dan gaya bermusik Iwan Fals terasa berbeda. Dia tidak segarang dan tidak seliar dahulu. Lirik-lirik lagunya lebih mendalam dan religius.[butuh rujukan] Iwan Fals juga sempat membawakan lagu-lagu bertema cinta baik karangannya sendiri maupun dari orang lain.
Pada tanggal 22 Januari 2003, Iwan Fals dianugerahi seorang anak lelaki yang diberi nama Raya Rambu Rabbani. Kelahiran putra ketiganya ini seakan menjadi pengganti almarhum Galang Rambu Anarki dan banyak memberi inspirasi dalam dunia musik seorang Iwan Fals.[butuh rujukan] Nama anaknya ini yang kemudian diabadikan dalam album iwan fals berisi 2 keping CD, "Raya" (2013).
Di luar musik dan lirik, penampilan Iwan Fals juga berubah total. Saat putra pertamanya meninggal dunia, Iwan Fals mencukur habis rambut panjangnya hingga gundul. Sekarang dia berpenampilan lebih bersahaja, rambut berpotongan rapi disisir juga kumis dan jenggotnya dihilangkan. Dari sisi pakaian, dia lebih sering menggunakan kemeja yang dimasukkan pada setiap kesempatan tampil di depan publik, sangat jauh berbeda dengan penampilannya dahulu yang lebih sering memakai kaus oblong bahkan bertelanjang dada dengan rambut panjang tidak teratur dan kumis tebal.
Peranan istrinya juga menjadi penting sejak putra pertamanya tiada. Rosana menjadi manajer pribadi Iwan Fals yang mengatur segala jadwal kegiatan dan kontrak. Dengan adanya Iwan Fals Manajemen (IFM), Fals lebih profesional dalam berkarier.
Pendidikan
SMPN 5 Bandung, Jawa Barat
SMAK BPK Bandung
STP (Sekolah Tinggi Publisistik, sekarang IISIP)
Institut Kesenian Jakarta (IKJ)
Diskografi
Iwan Fals pada cover majalah Rolling Stone Mei 2007
Iwan Fals pada cover majalah Rolling Stone Mei 2007
Tidak seluruh album yang dikeluarkan Iwan Fals berisi lagu baru. Pada tahun-tahun terakhir, Iwan Fals sering mengeluarkan rilis ulang lagu-lagu lamanya, baik dengan aransemen asli maupun dengan aransemen ulang. Pada tahun-tahun terakhir ini pula Iwan Fals lebih banyak memilih berkolaborasi dengan musisi muda berbakat.
Banyak lagu Iwan Fals yang tidak dijual secara bebas. Lagu-lagu tersebut menjadi koleksi ekslusif para penggemarnya dan kebanyakan direkam secara live. Beberapa lagu Iwan Fals yang tidak dikomersialkan seperti lagu 'Pulanglah' yang didedikasikan khusus untuk almarhum Munir ternyata sangat digemari yang akhirnya direkam ulang dan dimasukkan ke dalam album 50:50 yang beredar pada tahun 2007.
Fans Keluarga Besar Iwan Fals
1. Fals Mania FC-SI (Fama)
2. Ormas Oi (Oi)
3. Komunitas Tiga Rambu (K3R)
Album
Amburadul (1975)
Yang Muda Yang Bercanda I (1978)
Yang Muda Yang Bercanda II (1978)
Canda Dalam Nada (1978)
Canda Dalam Ronda (1979)
Perjalanan (1979)
3 Bulan (1980)
Sarjana Muda (1981)
Opini (1982)
Sumbang (1983)
Barang Antik (1984)
Sugali (1984)
KPJ (Kelompok Penyanyi Jalanan) (1985)
Sore Tugu Pancoran (1985)
Aku Sayang Kamu (1986)
Ethiopia (1986)
Lancar (1987)
Wakil Rakyat (1987)
1910 (1988)
Mata Dewa (1989)
Antara Aku, Kau Dan Bekas Pacarmu (1989)
Swami I (1989)
Kantata Takwa (1990)
Cikal (1991)
Swami II (1991)
Belum Ada Judul (1992)
Hijau (1992)
Dalbo (1993)
Anak Wayang (1994)
Orang Gila (1994)
Lagu Pemanjat (bersama Trahlor) (1996)
Kantata Samsara (1998)
Best of the Best Iwan Fals (2000)
Suara Hati (2002)
In Collaboration with (2003)
Manusia Setengah Dewa (2004)
Iwan Fals in Love (2005)
50:50 (2007)
Untukmu Terkasih (2009) - mini album
Keseimbangan - Iwan Fals (2010)
Tergila-gila (2011)
Kantata Barock (2012)
Raya (2013)
Palestina (2014)
Single
Serenade (bersama Ritta Rubby) (1984)
Kemesraan (bersama artis Musica) (1988)
Percayalah Kasih (bersama Jockie Surjoprajogo dan Vina Panduwinata)
Terminal (bersama Franky S.) (1994)
Mata Hati (bersama Ian Antono) (1995)
Orang Pinggiran (bersama Franky S.) (1995)
Katakan Kita Rasakan (bersama artis Musica)
Di Bawah Tiang Bendera (bersama artis Musica) (1996)
Haruskah Pergi (bersama Indra Lesmana dan Import Musik) (2006)
Selancar (bersama Indra Lesmana dan Import Musik) (2006)
Tanam Tanam Siram Siram (Kampanye Indonesia Menanam) (2006)
Marilah Kemari (Tribute to Titiek Puspa) (2006)
Aku Milikmu (Original Soundtrack Lovers/Kekasih) (2008)
Single Hits yang dibawakan penyanyi lain
Maaf (dibawakan oleh Ritta Rubby) (1986)
Belailah (dibawakan oleh Ritta Rubby) (1986)
Trauma (dibawakan oleh God Bless) (1988)
Damai yang Hilang (dibawakan oleh God Bless) (1988)
Orang dalam Kaca (dibawakan oleh God Bless) (1988)
Pak Tua (dibawakan oleh grup band Elpamas) (1991)
Oh (dibawakan oleh Fajar Budiman) (1994)
Nyanyian Laut (dibawakan Nicky Astria)
Menangis (dibawakan oleh Franky S.)
Bunga Kehidupan (dibawakan oleh artis Musica)
Air Mata Api (dibawakan oleh Superman Is Dead) (2012)
Serenade dibawakan oleh Steven N Coconut Treez dan berubah judul menjadi Sere
Album Kompilasi
* Tragedi
1. Ada Lagi Yang Mati
2. Kuli Jalan
3. Puing
4. Columbia
5.Timur Tengah 1
6. Azan Subuh Masih Ditelinga
7. Timur Tengah II
8. Libur Kecil kaum Kusam
9. Berandal Malam Dibangku Terminal
10. Nelayan
11. Ethiopia
12. Celoteh Camar Tolol
13. 1910
* Banjo & Harmonika
1. Oemar Bakri
2. Obat Awet Muda
3. Ambulance Zig Zag
4. Barang Antik
5. Isi Rimba Tak Ada tempat Berpijak
6. Tarmijah & Problemanya
7. Ujung Aspal Pondok Gede
8. Opiniku
9. Tince Sukarti Binti Mahmud
10. Berapa
11. Nenekku Okem
12. Tante Lisa
13. Kota
14. Lancar
15. Kuli Jalan
Celoteh-celoteh
Celoteh-celoteh 2
Country
Tembang Cinta (1990)
Akustik
Akustik Ke-2 (1997)
Salam Reformasi (1998)
Salam Reformasi 2 (1999)
Prihatin (2000)
Lagu yang tidak beredar
Demokrasi Nasi (1978)
Semar Mendem (1978)
Pola Sederhana (Anak Cendana) (1978)
Mbak Tini (1978)
Siti Sang Bidadari (1978)
Kisah Sapi Malam (1978)
Mince Makelar (1978)
Luka Lama (1984)
Anissa (1986)
Biarkan Indonesia Tanpa Koran (1986)
Oh Indonesia (1992)
Imelda Mardun (1992)
Maumere (1993)
Joned (1993)
Mesin Mesin Pembunuh (1994)
Suara dari Jalanan (1996)
Demokrasi Otoriter (1996)
Pemandangan (1996)
Jambore Wisata (1996)
Aku Tak Punya Apa-Apa (1997)
Cerita Lama Tiananmen (1998)
Serdadu dan Kutil (1998)
15 Juta (1998)
Mencari Kata-Kata (1998)
Malam Sunyi (1999)
Sketsa Setan yang Bisu (2000)
Indonesiaku (2001)
Kemarau (2003)
Lagu Sedih (2003)
Kembali ke Masa Lalu (2003)
Harapan Tak Boleh Mati (2004)
Saat Minggu Masih Pagi (2004)
Repot Nasi/Sami Mawon (2005)
Hari Raya Bumi (2007)
Berita Cuaca (2008)
Paman Zam
Kapal Bau Pesing
Makna Hidup Ini
Selamat Tinggal Ramadhan
Nyatakan Saja
Berputar Putar
Air dan Batu
Lagu Pegangan
Semut Api dan Cacing Kecil
Kata-Kata
Peniti Benang
Pukul Dua Malam
Curiga
Penjara
Belatung
Dulu Sekarang dan Selama Nya
Bunga Kayu Di Beranda
Nyanyian Sopir
Bunga Hitam
Aku Bergelora
Suara dari Jalanan
Pepaya
Ibuku Matahariku
Si Gembala Sapi (Babadotan)
Harapan Tak Boleh Mati
Oh
Bersatulah
Join In Jeans & Jackets
Indonesia Pusaka
Pondokku
Reformasi
Tuhan
Kasih Jangan Kau Pergi (Ft. Bunga)
Gila (Ft. Bunga)
Maling Budiman
Serpihan Surga Pagar Alam
Tanah Air Udara dan Api (live)
Komunitas Tiga Rambu (live)
Birokrasi Semut
Rumi Sang Pencerah (Juni 2011)
Hentikan! (2011)
Isyarat (2011)
Gugusan Bintang (2011)
Garong Wan Takuup (2011)
Cenis Cenos (1990)
Polteng "Polisi Tengik" (2012-Lagu Jamming bersama Komunitas OI yang belum sempat direkam)
Filmografi
Damai Kami Sepanjang Hari (1985)
Kantata Takwa (film) (1990)
Kekasih (2008) - cameo
Penghargaan
Juara I Festival Musik Country (1980).
Gold record, lagu Oemar Bakri, PT Musica Studio's.
Silver record, penyanyi & pencipta lagu Ethiopia, PT Musica Studio's.
Penghargaan prestasi artis HDX 1987 - 1988, pencipta lagu Buku Ini Aku Pinjam.
Penyanyi Pujaan, BASF, (1989).
The best selling, album Mata Dewa, BASF, 1988 - 1989.
Konser Dengan Penonton Terbesar Sepanjang Masa Tahun (1991) di Stadion Utama Gelora Bung Karno senayan. Tercatat 150.000 Penonton Memadati Stadion. Bahkan Ada yang Naik ke Atap Stadion.
Penyanyi rekaman pria terbaik, album Anak Wayang, BASF Award XI, 18 April 1996.
Penyanyi solo terbaik Country/Balada, Anugrah Musik Indonesia - 1999.
Presents This Certificate To Iwan Fals In Recognition Of The Contribution To Cultural Exchange Between Korea and Indonesia, 25 September 1999.
Penyanyi solo terbaik Country/Balada AMI Sharp Award (2000).
Video klip terbaik lagu Entah, Video Musik Indonesia periode VIII - 2000/2001.
Triple Platinum Award, Album Best Of The Best Iwan Fals, PT Musica Studio's - Juni 2002.
Pada 29 April 2002 Iwan Fals di Nobatkan Sebagai Asian Heroes yaitu Sebagai Salah Satu “Pahlawan Besar Asia”,
6th AMI Sharp Award, album terbaik Country/Balada.
6th AMI Sharp Award, artis solo/duo/grup terbaik Country/Balada.
Pemenang video klip terbaik edisi - Juli 2002, lagu Kupu-Kupu Hitam Putih, Video Musik Indonesia, periode I- 2002/2003.
Penghargaan album In Collaboration with, angka penjualan di atas 150.000 unit, PT Musica Studio's - Juni 2003.
Triple Platinum Award, album In Collaboration with, angka penjualan di atas 450.000 unit, PT Musica Studio's - November 2003.
7th AMI Award 2003, Legend Awards.
7th AMI Award 2003, Penyanyi Solo Pria Pop Terbaik.
Penghargaan M Indonesia 2003, Most Favourite Male.
SCTV Music Award 2004, album Ngetop! (pop) In Collaboration with.
SCTV Music Award 2004, Penyanyi Pop Ngetop.
Anugrah Planet Muzik 2004.
Generasi Biang Extra Joss - 2004.
8th AMI Samsung Award, Karya Produksi Balada Terbaik.
SCTV Music Award 2005, album pop solo ngetop Iwan Fals In Love.
With The Compliment Of Metro TV.
Partisipasi dalam acara konser Salam Lebaran 2005, PT Gudang Garam Indonesia.
6 Album Iwan Fals Swami, Sarjana Muda, Kantata Takwa, Mata Dewa, Orang Gila, Aku Sayang Kamu! Masuk dalam 150 Album Indonesia Terbaik Sepanjang Masa pada Tahun (2007)
Mendapatkan Talk Less Do More Award sebagai salah satu Class Music Heroes 2009.
Lagunya bersama {Swami} yang berjudul [Bongkar] menerima penghargaan 150 lagu terbaik sepanjang masa versi Majalah Rolling Stone peringkat 1.
Penghargaan Satyalancana Kebudayaan Pemerintah Republik Indonesia (2010)
Iwan Fals Dianugrahi bintang Satyalencana Kebudayaan 2010. Mereka dinilai berjasa mengembangkan dan melestarikan budaya.
Soegeng Sarjadi Awards on Good Governance Katagori Masyarakat Sipil yang Memberikan Banyak sumbangsih pemikirannya lewat lagu-lagu pro demokrasi (2012)
Penghargaan "LIFETIME ACHIEVEMENT AWARDS" The Legend Iwan Fals 40 Tahun Berkarya di Dunia Musik Indonesia dari NET. di Indonesian Choice Awards (2014)
Iklan
TOP Coffee bersama Nikita Willy dan Samuel Zylgwyn
TVS Motor
Gudang Garam International
Sampoerna A Hijau
Pranala luar
(Indonesia) Situs web resmi Iwan Fals
(Inggris) Time Asia: Asian Heroes - Iwan Fals
(Indonesia) Profil di KapanLagi.com
Referensi
^ ":: Menbudpar Sematkan Satyalencana Kebudayaan 2010 ::". Diakses tanggal 2011-04-03.
Taufiq Ismail Pembaca Puisi Populair
Taufiq Ismail
Taufiq Ismail gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah, (lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1935; umur 80 tahun), ialah seorang penyair dan sastrawan Indonesia.
Latar Belakang
Taufiq Ismail lahir dari pasangan A. Gaffar Ismail (1911-1998) asal Banuhampu, Agam dan Sitti Nur Muhammad Nur (1914-1982) asal Pandai Sikek, Tanah Datar, Sumatera Barat.[1] Ayahnya adalah seorang ulama dan pendiri PERMI. Ia menghabiskan masa SD di Solo, Semarang, dan Yogyakarta, SMP di Bukittinggi, dan SMA di Pekalongan. Taufiq tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca. Ia telah bercita-cita menjadi sastrawan sejak masih SMA. Dengan pilihan sendiri, ia menjadi dokter hewan dan ahli peternakan karena ingin memiliki bisnis peternakan guna menafkahi cita-cita kesusastraannya. Ia tamat FKHP-UI Bogor pada 1963 tapi gagal punya usaha ternak yang dulu direncanakannya di sebuah pulau di Selat Malaka.
Kegiatan
Semasa kuliah aktif sebagai Aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII), Ketua Senat Mahasiswa FKHP-UI (1960-1961) dan WaKa Dewan Mahasiswa UI (1961-1962).
Di Bogor pernah jadi guru di SKP Pamekar dan SMA Regina Pacis, juga mengajar di IPB. Karena menandatangani Manifesto Kebudayaan, gagal melanjutkan studi manajemen peternakan di Florida (1964) dan dipecat sebagai dosen di Institut Pertanian Bogor. Ia menulis di berbagai media, jadi wartawan, salah seorang pendiri Horison (1966), ikut mendirikan DKJ dan jadi pimpinannya, Pj. Direktur TIM, Rektor LPKJ dan Manajer Hubungan Luar Unilever. Penerima beasiswa AFS International Scholarship, sejak 1958 aktif di AFS Indonesia, menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya, penyelenggara pertukaran pelajar antarbangsa yang selama 41 tahun (sejak 1957) telah mengirim 1700 siswa ke 15 negara dan menerima 1600 siswa asing di sini. Taufiq terpilih menjadi anggota Board of Trustees AFSIS di New York, 1974-1976.
Pengkategoriannya sebagai penyair Angkatan '66 oleh Hans Bague Jassin merisaukannya, misalnya dia puas diri lantas proses penulisannya macet. Ia menulis buku kumpulan puisi, seperti Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-puisi Langit, Prahara Budaya:Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, Ketika Kata Ketika Warna, Seulawah-Antologi Sastra Aceh, dan lain-lain.
Banyak puisinya dinyanyikan Himpunan Musik Bimbo, pimpinan Samsudin Hardjakusumah, atau sebaliknya ia menulis lirik buat mereka dalam kerja sama. Iapun menulis lirik buat Chrisye, Yan Antono (dinyanyikan Ahmad Albar) dan Ucok Harahap. Menurutnya kerja sama semacam ini penting agar jangkauan publik puisi lebih luas.
Taufiq sering membaca puisi di depan umum. Di luar negeri, ia telah baca puisi di berbagai festival dan acara sastra di 24 kota Asia, Australia, Amerika, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Baginya, puisi baru ‘memperoleh tubuh yang lengkap’ jika setelah ditulis, dibaca di depan orang. Pada April 1993 ia membaca puisi tentang Syekh Yusuf dan Tuan Guru, para pejuang yang dibuang VOC ke Afrika Selatan tiga abad sebelumnya, di 3 tempat di Cape Town (1993), saat apartheid baru dibongkar. Pada Agustus 1994 membaca puisi tentang Laksamana Cheng Ho di masjid kampung kelahiran penjelajah samudra legendaris itu di Yunan, RRC, yang dibacakan juga terjemahan Mandarinnya oleh Chan Maw Yoh.
Bosan dengan kecenderungan puisi Indonesia yang terlalu serius, di awal 1970-an menggarap humor dalam puisinya. Sentuhan humor terasa terutama dalam puisi berkabar atau narasinya. Mungkin dalam hal ini tiada teman baginya di Indonesia. Antologi puisinya berjudul Rendez-Vous diterbitkan di Rusia dalam terjemahan Victor Pogadaev dan dengan ilustrasi oleh Aris Aziz dari Malaysia (Rendez-Vous. Puisi Pilihan Taufiq Ismail. Moskow: Humanitary, 2004.)
Penghargaan
Mendapat Anugerah Seni dari Pemerintah (1970), Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994). Dua kali ia menjadi penyair tamu di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1971-1972 dan 1991-1992), lalu pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur (1993).
Bibliografi
Ismael, Taufiq (1995). Prahara Budaya:kilas-balik ofensif Lekra/PKI dkk.:kumpulan dokumen pergolakan sejarah (in Bahasa Indonesia). Bandung: Mizan dan H.U. Republika. p. 469. ISBN 979-433-064-7.
Taufiq Ismail. Vernite Mne Indoneziyu (Kembalikan Indonesia Padaku). Puisi Pilihan. Diselenggarakan dan diterjemahkan oleh Victor Pogadaev. Moskow: Klyuch-C, 2010, ISBN 978-5-93136-119-2
Catatan kaki
^ Harian Singgalang, Ketika Sastrawan Jadi Datuk, 30 Maret 2009
Sumber
Ismail,Taufiq. 2004. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia. Jakarta:Yayasan Indonesia.
Taufiq Ismail gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah, (lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1935; umur 80 tahun), ialah seorang penyair dan sastrawan Indonesia.
Latar Belakang
Taufiq Ismail lahir dari pasangan A. Gaffar Ismail (1911-1998) asal Banuhampu, Agam dan Sitti Nur Muhammad Nur (1914-1982) asal Pandai Sikek, Tanah Datar, Sumatera Barat.[1] Ayahnya adalah seorang ulama dan pendiri PERMI. Ia menghabiskan masa SD di Solo, Semarang, dan Yogyakarta, SMP di Bukittinggi, dan SMA di Pekalongan. Taufiq tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca. Ia telah bercita-cita menjadi sastrawan sejak masih SMA. Dengan pilihan sendiri, ia menjadi dokter hewan dan ahli peternakan karena ingin memiliki bisnis peternakan guna menafkahi cita-cita kesusastraannya. Ia tamat FKHP-UI Bogor pada 1963 tapi gagal punya usaha ternak yang dulu direncanakannya di sebuah pulau di Selat Malaka.
Kegiatan
Semasa kuliah aktif sebagai Aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII), Ketua Senat Mahasiswa FKHP-UI (1960-1961) dan WaKa Dewan Mahasiswa UI (1961-1962).
Di Bogor pernah jadi guru di SKP Pamekar dan SMA Regina Pacis, juga mengajar di IPB. Karena menandatangani Manifesto Kebudayaan, gagal melanjutkan studi manajemen peternakan di Florida (1964) dan dipecat sebagai dosen di Institut Pertanian Bogor. Ia menulis di berbagai media, jadi wartawan, salah seorang pendiri Horison (1966), ikut mendirikan DKJ dan jadi pimpinannya, Pj. Direktur TIM, Rektor LPKJ dan Manajer Hubungan Luar Unilever. Penerima beasiswa AFS International Scholarship, sejak 1958 aktif di AFS Indonesia, menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya, penyelenggara pertukaran pelajar antarbangsa yang selama 41 tahun (sejak 1957) telah mengirim 1700 siswa ke 15 negara dan menerima 1600 siswa asing di sini. Taufiq terpilih menjadi anggota Board of Trustees AFSIS di New York, 1974-1976.
Pengkategoriannya sebagai penyair Angkatan '66 oleh Hans Bague Jassin merisaukannya, misalnya dia puas diri lantas proses penulisannya macet. Ia menulis buku kumpulan puisi, seperti Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-puisi Langit, Prahara Budaya:Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, Ketika Kata Ketika Warna, Seulawah-Antologi Sastra Aceh, dan lain-lain.
Banyak puisinya dinyanyikan Himpunan Musik Bimbo, pimpinan Samsudin Hardjakusumah, atau sebaliknya ia menulis lirik buat mereka dalam kerja sama. Iapun menulis lirik buat Chrisye, Yan Antono (dinyanyikan Ahmad Albar) dan Ucok Harahap. Menurutnya kerja sama semacam ini penting agar jangkauan publik puisi lebih luas.
Taufiq sering membaca puisi di depan umum. Di luar negeri, ia telah baca puisi di berbagai festival dan acara sastra di 24 kota Asia, Australia, Amerika, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Baginya, puisi baru ‘memperoleh tubuh yang lengkap’ jika setelah ditulis, dibaca di depan orang. Pada April 1993 ia membaca puisi tentang Syekh Yusuf dan Tuan Guru, para pejuang yang dibuang VOC ke Afrika Selatan tiga abad sebelumnya, di 3 tempat di Cape Town (1993), saat apartheid baru dibongkar. Pada Agustus 1994 membaca puisi tentang Laksamana Cheng Ho di masjid kampung kelahiran penjelajah samudra legendaris itu di Yunan, RRC, yang dibacakan juga terjemahan Mandarinnya oleh Chan Maw Yoh.
Bosan dengan kecenderungan puisi Indonesia yang terlalu serius, di awal 1970-an menggarap humor dalam puisinya. Sentuhan humor terasa terutama dalam puisi berkabar atau narasinya. Mungkin dalam hal ini tiada teman baginya di Indonesia. Antologi puisinya berjudul Rendez-Vous diterbitkan di Rusia dalam terjemahan Victor Pogadaev dan dengan ilustrasi oleh Aris Aziz dari Malaysia (Rendez-Vous. Puisi Pilihan Taufiq Ismail. Moskow: Humanitary, 2004.)
Penghargaan
Mendapat Anugerah Seni dari Pemerintah (1970), Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994). Dua kali ia menjadi penyair tamu di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1971-1972 dan 1991-1992), lalu pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur (1993).
Bibliografi
Ismael, Taufiq (1995). Prahara Budaya:kilas-balik ofensif Lekra/PKI dkk.:kumpulan dokumen pergolakan sejarah (in Bahasa Indonesia). Bandung: Mizan dan H.U. Republika. p. 469. ISBN 979-433-064-7.
Taufiq Ismail. Vernite Mne Indoneziyu (Kembalikan Indonesia Padaku). Puisi Pilihan. Diselenggarakan dan diterjemahkan oleh Victor Pogadaev. Moskow: Klyuch-C, 2010, ISBN 978-5-93136-119-2
Catatan kaki
^ Harian Singgalang, Ketika Sastrawan Jadi Datuk, 30 Maret 2009
Sumber
Ismail,Taufiq. 2004. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia. Jakarta:Yayasan Indonesia.
Nurochman Sudibyo (Ki Tapa Kelana) Pembaca Puisi Terkenal
Nurochman Sudibyo (Ki Tapa Kelana)
Nurochman Sudibyo YS. Adalah pekerja seni dan budaya kelahiran Tegal 24 Januari 1963. Sejak sekolah di Taman Kanak-kanak TK. GUNTUR Karangturi Indramayu, sudah Nampak bakatnya dalam berdeklamasi. Bahkan saat duduk di SD Indramayu I (sekarang Margadadi V) hoby membaca buku sastra dan wayang purwa, semaki memperkuat bakat seni-nya. Saatitu ia semakin memperlihatkan kemajuan di seni menulis indah, menggambar, menyanyi di membaca puisi sampai kemudian tamat SD tahun 1974. Sewaktu sekolah di SMP Negeri 2 Indramayu antara tahun 1974-1977 bakat seninya lebih terlihat menonjol di bidang seni rupa, menyanyi dan membaca puisi. Ketika pernah setahun sekolah di SMA Muhammadiyah Indramayu hanya terlihat bakat senirupanya saja. Demikian pula ketika pindah sekolah ke SPG PGRI ia mulai memperlihatkan kemenonjolan di bidang seni lukis, drama, dan membaca puisi.
Baru setelah diangkat sebagai guru sekolah dasar di tahun 1981-82 jiwa seninya kian diaktualkan untuk diri dan murid-muridnya. Ia kemudian mulai lebih spesifik menulis Puisi, cerpen, Esai, catatan perjalanan dan geguritan selain juga membuat banyak karya rupa ilustrasi dan dekorasi. Mas Noor atau Mas Dibyo pernah kuliah di FKIP D3 Bahasa dan sastra Inggris UNWIR Indramayu dan lulus S1 Th 2000 Guru Bahasa Indonesia UPI Bandung. Ia berhenti sebagai PNS Guru dan mulai total menggeluti Karya seni.
Sejak tahun 85-an karyaa sastranya telah dipublikasikan di berbagai media masa. Kumpulan Puisi Tunggalnya “Bawah Payung Langit” (1993), “Malam Gaduh” (1995), Soliloqui (1997) dan “Gerhana” (2000). Adapun Kumpulan Guritannya telah diterbitkan Medium Sastra & Budaya Indonesia diantaranya “Gurit Dermayon” (1995), “Perompak Indrajaya” (2000), “44 Gurit Dermayon” (2006), “Godong Garing Keterjang Angin” (2007), “Blarak Sengkleh” (2008), “Bahtera Nuh” (2009), “Pring Petuk Ngundang Sriti” (2010). Kumpulan Puisi Basa Cerbon bersama Ahmad Syubanuddin Alwy; “Susub Landep” (2008), “Nguntal negara” (2009) Dan “Gandrung Kapilayu (2010). Kumpulan Puisi Tegalan “Ngranggeh Katuranggan”(2009). Puisi-puisinya terkumpul dalam antologi bersama “Kembang Pitung Werna” (1992), “Kiser Pesisiran” (1994), Antologi Penyair Indonesia “Dari Negeri Poci” Th 1996, antologi puisi dan cerpen Indonesia modern “GERBONG” Yogyakarta (Th.2000), “Antologi Penyair Indonesia HUT Jakarta” (1999), Antologi “Lahir Dari Masa Depan” Tasikmalaya (2001). Antologi “Dari Negeri Minyak” (Th.2001), Antologi “Sastrawan Mitra Praja Utama” (2008). Antologi “Pangikat Serat Kawindra” (2010), dan Antologi “Perempuan Dengan Belati di Betisnya” Taman Budaya Jawa Tengah (2010). Sebagai sastrawan kini aktifitasnya tidak hanya di Indramayu namun juga menjadi motivator kesenian di berbagai darah baik di Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Slawi dan Pemalang.
Berkali tampil membacakan puisi dan menjadi juri puisi di berbagai kota di pulau Jawa. Sejak awal tahun 2010 bersama Dyah Setyawati mementaskan lakon puisi secara berkeliling, dengan memadukan unsur tradisi guritan, tembang, suluk, wayangan dan tari, bertajuk “Pangikat Serat Kawindra”, “Kupu Mabur Golet Entung”, “Kembang Suket”, dan “Nagari Corong Renteng, Sedulur Papat Lima Pancer dan Oyod Ming Mang.”. Penyair dan dalang tutur wayang gondrong ini sejak tahun 1990 menjadi Ketua Medium Sastra & Budaya Indonesia. Beberapa kali diundang untuk mengikuti pertemuan sastrawan Nusantara baik di Brunai, Palembang dan Jambi. Thn 2012 ia diundang dalam pertemua Sastrawan Indonesia di Makasar sekaligus diminta mementaskan Wayang Sastranya dalam iringan lagu-lagu tarling. Di tahun 2012 bersama groupnya Medium Sastra dan Budaya Indonesia untuk tampil di Penutupan Festifal Teater Indonesia di Galery Nasional. Dan pada tgl 28 November kemarin kembali Nurochman Sudibyo memperoleh Penghargaan Anugtrah Cipta Budaya 2013, dari Gubernur Jokowi melalui Kepala Dinas Parbud Prov Jakarta Drs. Ari Budhiman.
Meskipun teman-teman sastrawan di Indramayu selalu meledek karya puisinya dan dianggap mereka jelek, namun beberapa kali karya puisinya justru masuk karya terbaik di Festifas Sastra Cirebon.’94, Tasik’95, Bandung’96, Riau 96, Jakarta’99, Bali’10, Jakarta’10, Bogor’11, Yogyakarta’12, KSI’12, dan Festifal Lanjong Kalimantan’13.
Sebagai ketua Medium Sastra & Budaya Indonesia, Nurochman Sudibyo YS menjelaskan bahwa: Lembaga seni budaya yang dipimpinnya lahir di Jl. Jendral Sudirman No.69 Indramayu Jawa Barat antara tahun 1990-1993 an. Sejak pertama didirikan intensitasnya melakukan kegiatan pelatihan penulisan/pembacaan karya sastra, penyelenggaraan even kesenian, pementasan teater dan penelitian seni budaya. Sejak mula lembaga ini menggunakan kata Indonesia sebagai bentuk keyakinan bahwa kelak apa pun yang digagas dapat menjadi suatu kekuatan baru dalam tatanan seni budaya bangsa, karena itulah lembaga ini dalam kiprahnya tak mau meniru selain harus terus berinovasi mencari bentuk-bentuk baru untuk seni budaya di Indonesia. Meski demikian kesekretariatannya tetap di Indramayu.
Salah satu ciri khas pentas pembacaan puisi produk Medium Sastra & Budaya Indonesia, selalu menggunakan gaya tutur teater rakyat “Sandiwara, dalang wayang dan Drama Tarling” khas Indramayu. Seni tembang klasik yang berasal dari tembang tayub dan kiseran dalam iringan gamelan itu kemudian bermigrasi dari gamelan ke gitar dan suling ini, hingga kini terus bertahan menjadi kesenian yang khas dari Indramayu dan Cirebon atau lazim disebut Tarling. Namun demikian Medium Sastra & Budaya Indonesia hanya mengambil esensi besar pada Tarling yaitu pada unsur musik dan tembang saja, yang kemudian dipadukan dengan karya sastra baik berupa puisi jawa (gurit), suluk, tembang, kidung, jawokan serta parikan yang dipadukan dengan puisi berbahasa Indonesia.
Gaya pembacaan puisi yang khas ini semenjak tahun 80 an dimotori oleh Nurochman Sudibyo YS. Sejak itu setiap kali mengikuti lomba baca puisi selalu menjadi juara baik di daerah maupun di berbagai kota lainnya. Di mulai dengan membaca puisi dengan ilustrasi beriramakan suling khas Dermayu/Indramayu. Gagasannya ini kemudian menempatkannya sebagai Pemuda Pelopor bidang pembangunan seni budaya dan pariwisata tingkat Provinsi Jawa barat dan nominator ke 2 di tingkat nasional tahun 1996-1997.
Selanjutnya Nurochman Sudibyo YS pun dikenal dengan sebutan sastrawan yang menghasilkan karya puisi, cerpen, esai dan catatan budaya. Ia dikenal pula sebagai Pembaca Puisi Kiseran, karena setiap membacakan puisi selalu dihiasi dengan suluk, tembang dan jawokan gaya irama tarling kiseran. Karena sering di undang ke berbagai kota dan daerah, Sejak itu ia pun diberi gelar Ki Tapa Kelana. Posisinya selain pembaca puisi di berbagai even juga diminati masyarakat Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal sampai Bekasi, utamaya di minta memberi kidungan Dermayonan ditambah dengan pembacaan puisi. Lagi lagi irama pengiringnyapun live gamelan, suling atau rekaman yang ada di memori HP, CD dan Mp3. Kiseran sendiri maknanya adalah ungkapan cerita dalam bentuk tembang bernuansa sastra yang mengemukakan perasaan suka maupun duka secara bebas dengan laras tarling irama kiser.
Sejak tahun 2000 setiap datang hari ulang tahun Nurochman Sudibyo, MS&B melakukan Pentas Malam Pembacaan Puisi Multimedia di kota Indramayu yang saat itu biasa disebut pembacaan puisi kiseran. Meski tanggal kegiatannya 24 Januari dan bertepatan dengan musim penghujan, namun acaranya selalu sukses walau digelar di luar gedung, bahkan beberapa kali dilakukan di tengah sungai Cimanuk dan sekitarnya. Diantara pentasnya antara lain; “Perompak Indrajaya 2001, Aja Mbluya-2002, Perang Potret-2003, Waduk Bojong-2004, Mak Njaluk Mangan-2005, Gurit ‘44-2006, Blarak Sengkle -2007, Godong Garing Keterjang Angin-2008, Bahtera Nuh -2009, dan Pring Petuk Ngundang Sriti-2010”, semua di gelar di Kota Indramayu di bantaran Kali Cimanuk. Selain pentas di agenda tahunan di tahun 2006 MS&B diundang untuk pentas “Negeri Cantik” di pembukaan Pameran seni lukis SP Hidayat di Musium Nasional Jakarta, dan di tahun 2008 Pentas “Negeri Para Pejuang” di pembukaan Pameran Tunggal seni lukis Karya Dirot Kadirah di gedung utama Galeri Nasional.
Mulai tahun 2010 hingga tahun 2013 banyak diundang pentas pembacaan Tarling Multimedia, diantaranya di Bojonegoro dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Kota Tegal dan Slawi dengan lakon yang sama Pangikat Serat Kawindra. Berikutnya diundang di Pentas sastra Kedai Lalang Jakarta dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Taman Siswa Yogyakarta dengan lakon Kupu Mabur Golet Entung, di Komunitas Sastra Reboan dalam lakon Negeri Corong Renteng, di TIM dalam lakon Bintang Anak Tuhan, di Taman Budaya Surakarta “Pangikat Serat Kawindra”, di Indramayu “Kembang Suket”, di Pembukaan Art Semarang “Sintren Beken”, di Pasar Malam Jawa Tengah Semarang “Negeri Corong Renteng”, di Pati “Indonesia Kesurupan”, di PPIB kota Tegal “Sedulur Papat Lima Pancer”, di Cirebon “Tragedi Kurusetra”, di Pertemuan Sastrawan Nusantara Palembang “Negeri Corong Renteng”, di STSI Bandung “Negeri Corong Renteng” Pertemuan Sastrawan Makasar “Bersatu Pujangga Nagari Bhahari”, di Galeri Nasional “Sedulur Papat Lima Pancer”, Pembukaan Kongres Bahasa Jawa, di Surabaya dengan Lakon Negeri Corong Renteng,” di Slawi Kab. Tegal dipentaskan “Tumandhange Sinatria Bhayangkara”, dan berlanjut baru-baru ini menggelar pembacaan puisi Tarling Multi media dengan lakon: Puisi Menolak Korupsi dimulai di kota Blitar, Semarang, Surakarta, Jakarta dan Purworejo.
Selain memenuhi panggilan pentas besar dan kecil, sesuai dengan kemajuan zaman Medium Sastra & Budaya Indonesia pun menyajikan bentuk pemanggungan pembacaan puisi dengan tetap beriramakan Tarling, meski kadang diiringi musik gamelan, orkes keroncong, dangdut, organ tunggal, bahkan berbagai musik modern lainnya. Disebut multi media karena dalam pentas pembacaan puisinya kerap kali menggunakan berbagai media sebagai kekuatan pendukung, seperti; wayang kulit, wayang golek, wayang suket, wayang tutus, wayang kertas, wayang padi, wayang ikan asin, topeng, dan dihiasi pula dengan berbagai jenis tari klasik, kontemporer, seni lukis, dan property visual lainnya. ***
Sekilas tentang MS&B
Medium Sastra & Budaya Indonesia, demikian Lembaga seni budaya ini lahir di Indramayu Jawa Barat di tahun 1994. Sejak pertama didirikan intensitasnya melakukan kegiatan pelatihan penulisan/pembacaan karya sastra, pementasan teater dan penelitian seni budaya. Sejak mula lembaga ini menggunakan kata Indonesia sebagai bentuk keyakinan bahwa kelak apa pun yang digagas dapat menjadi suatu kekuatan baru dalam tatanan seni budaya bangsa, karena itulah lembaga ini dalam kiprahnya tak mau meniru selain harus terus berinovasi mencari bentuk-bentuk baru untuk Indonesia. Meski demikian kesekretariatannya tetap di Indramayu.
Salah satu ciri khas pentas pembacaan puisi Medium Sastra & Budaya Indonesia, selalu menggunakan gaya tutur teater rakyat ‘Drama Tarling’. Seni Klasik yang bermigrasi dari gamelan ke gitar dan suling ini hingga kini masih bertahan menjadi kesenian yang khas dari Indramayu dan Cirebon. Namun demikian MS&BI hanya mengambil esensi besar pada Tarling yaitu pada unsur musik dan tembang yang kemudian dipadukan dengan karya sastra baik berupa puisi jawa (gurit), suluk, tembang, kidung, jawokan serta guritan yang dipadukan dengan puisi berbahasa Indonesia. Gaya pembacaan yang khas ini dimotori oleh Nurochman Sudibyo YS. Sejak tahun 80-an setiap kali mengikuti lomba baca puisi selalu menjadi juara baik di daerah maupun di berbagai kota lainnya. Di mulai dengan membaca puisi dengan ilustrasi beriramakan suling khas Dermayu/Indramayu. Gagasannya ini kemudian menempatkannya sebagai Pemuda Pelopor bidang pembangunan seni budaya dan pariwisata tingkat Provinsi Jawa barat dan nominator ke 2 di tingkat nasional tahun 1996-1997.
Selanjutnya Nurochman Sudibyo YS pun dikenal dengan sebutan sastrawan yang menghasilkan karya puisi, cerpen, esai dan catatan budaya. Ia dikenal pula sebagai Pembaca Puisi Kiseran, karena setiap membacakan puisi selalu dihiasi dengan suluk, tembang dan jawokan gaya irama tarling kiseran. Karena sering di undang ke berbagai kota dan daerah, Sejak itu ia pun diberi gelar Ki Tapa Kelana. Posisinya selain pembaca puisi di berbagai even juga diminati masyarakat Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal sampai Bekasi, utamaya di minta memberi kidungan Dermayonan ditambah dengan pembacaan puisi. Lagi lagi irama pengiringnyapun live gamelan, suling atau rekaman yang ada di memori HP, CD dan Mp3. Kiseran sendiri maknanya adalah ungkapan cerita dalam bentuk tembang bernuansa sastra yang mengemukakan perasaan suka maupun duka secara bebas dengan laras tarling irama kiser.
Sejak tahun 2000 setiap datang hari ulang tahun Nurochman Sudibyo, MS&BI melakukan Pentas Malam Pembacaan Puisi Multimedia di kota Indramayu yang saat itu biasa disebut pembacaan puisi kiseran. Meski tanggal kegiatannya 24 Januari dan bertepatan dengan musim penghujan, namun acaranya selalu sukses walau digelar di luar gedung, bahkan beberapa kali dilakukan di tengah sungai Cimanuk dan sekitarnya. Diantara pentasnya antara lain; “Perompak Indrajaya 2001, Aja Mbluya-2002, Perang Potret-2003, Waduk Bojong-2004, Mak Njaluk Mangan-2005, Gurit ‘44-2006, Blarak Sengkle -2007, Godong Garing Keterjang Angin-2008, Bahtera Nuh -2009, dan Pring Petuk Ngundang Sriti-2010”, semua di gelar di Kota Indramayu di bantaran Kali Cimanuk. Selain pentas di agenda tahunan di tahun 2006 MS&BI diundang untuk pentas “Negeri Cantik” di pembukaan Pameran seni lukis SP Hidayat di Musium Nasional Jakarta, dan di tahun 2008 Pentas “Negeri Para Pejuang” di pembukaan Pameran Tunggal seni lukis Karya Dirot Kadirah di gedung utama Galeri Nasional.
Mulai tahun 2010 hingga tahun 2013 banyak diundang pentas pembacaan Tarling Multimedia, diantaranya di Bojonegoro dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Kota Tegal dan Slawi dengan lakon yang sama Pangikat Serat Kawindra. Berikutnya diundang di Pentas sastra Kedai Lalang Jakarta dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Taman Siswa Yogyakarta dengan lakon Kupu Mabur Golet Entung, di Komunitas Sastra Reboan dalam lakon Negeri Corong Renteng, di TIM dalam lakon Bintang Anak Tuhan, di Taman Budaya Surakarta “Pangikat Serat Kawindra”, di Indramayu “Kembang Suket”, di Pembukaan Art Semarang “Sintren Beken”, di Pasar Malam Jawa Tengah Semarang “Negeri Corong Renteng”, di Pati “Indonesia Kesurupan”, di PPIB kota Tegal “Sedulur Papat Lima Pancer”, di Cirebon “Tragedi Kurusetra”, di Pertemuan Sastrawan Nusantara Palembang “Negeri Corong Renteng”, di STSI Bandung “Negeri Corong Renteng” Pertemuan Sastrawan Makasar “Bersatu Pujangga Nagari Bhahari”, di Galeri Nasional “Sedulur Papat Lima Pancer”, Pembukaan Kongres Bahasa Jawa, di Surabaya dengan Lakon Negeri Corong Renteng,” di Slawi Kab. Tegal dipentaskan “Tumandhange Sinatria Bhayangkara”, dan berlanjut baru-baru ini menggelar pembacaan puisi Tarling Multi media dengan lakon: Puisi Menolak Korupsi dimulai di kota Blitar, Semarang, Surakarta, Jakarta dan Purworejo.
Selain memenuhi panggilan pentas besar dan kecil, sesuai dengan kemajuan zaman Medium Sastra & Budaya Indonesia pun menyajikan bentuk pemanggungan pembacaan puisi dengan tetap beriramakan Tarling, meski kadang diiringi musik gamelan, orkes keroncong, dangdut, organ tunggal, bahkan berbagai musik modern lainnya. Disebut multi media karena dalam pentas pembacaan puisinya kerap kali menggunakan berbagai media sebagai kekuatan pendukung, seperti; wayang kulit, wayang golek, wayang suket, wayang tutus, wayang kertas, wayang padi, wayang ikan asin, topeng, dan dihiasi pula dengan berbagai jenis tari klasik, kontemporer, seni lukis, dan property visual lainnya. ***
Pentas Sedulur Papat Lima Pancer di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki ini adalah undangan kedua setelah lakon ini sebelumnya digelar dalam puncak Pesta Festival Teater Indonesia di Galerry Nasional 2012 lalu. Atas keberhasilan pentas tersebut ketua panitia Anugrah Seni Cipta Budaya 2013 Ari Batubara kembali mengundang Medium Sastra & Budaya Indonesia yang bersekretariat di Jl Jndral Sudiran 69 Indramayu untuk tampil menjadi salah satu dari 10 jenis kesenian hasil cipta budaya creator Indonesia.
Tarling Multi Media adalah nama yang diajukan pihak panitia mengingat Nurochman Sudibyo YS alias Ki Tapa Kelan selaku penyusun cerita dan sutradara pagelaran member kebebasan kepada audien yang menilai dan member nama. “ Saya pada intinya mempersembahkan sebuah pertunjukan baca puisi yang lain dari yang lain. Jika di Makasar kami disebut Wayang Tarling, Di Indramayu pentas Kiseran jika semata baca puisi saja. Pentas Wayang Gondrong ankala medianya beraneka macam. Pendek kata Pembacan kary sstra multi media adalh sebentuk cara mensosilissikn kary gabungn dari berbgi aspek puisi, gurit, mantra, jawokan, pantun, parikan dan seluruh unsure peninjang lain seperti seni rupa, seni musik dan seni drama. Semua itu tersaji dalam kekentalan tembang klasik yang berbuansakan tarling dn lagu-lagu bernafaskan dendang pantura.
Pentas Tarling Multimedia digelar persis di malam puncak penyerahan Anugrah Cipta Budaya dari atas nama Gubernur Jakarta melalui Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jakarta Bapak Ari Budhiman diberikan pada Ketua Medium Sastra & Budaya Indonesia Nurochman Sudibyo YS. Anugrah Cipta Budaya tersebut diraih atas dedikasi dan kesetiaannya menggeluti kesenian yang terus diperjuangkan hingga kini.
Nurochman Sudibyo YS. Adalah pekerja seni dan budaya kelahiran Tegal 24 Januari 1963. Sejak sekolah di Taman Kanak-kanak TK. GUNTUR Karangturi Indramayu, sudah Nampak bakatnya dalam berdeklamasi. Bahkan saat duduk di SD Indramayu I (sekarang Margadadi V) hoby membaca buku sastra dan wayang purwa, semaki memperkuat bakat seni-nya. Saatitu ia semakin memperlihatkan kemajuan di seni menulis indah, menggambar, menyanyi di membaca puisi sampai kemudian tamat SD tahun 1974. Sewaktu sekolah di SMP Negeri 2 Indramayu antara tahun 1974-1977 bakat seninya lebih terlihat menonjol di bidang seni rupa, menyanyi dan membaca puisi. Ketika pernah setahun sekolah di SMA Muhammadiyah Indramayu hanya terlihat bakat senirupanya saja. Demikian pula ketika pindah sekolah ke SPG PGRI ia mulai memperlihatkan kemenonjolan di bidang seni lukis, drama, dan membaca puisi.
Baru setelah diangkat sebagai guru sekolah dasar di tahun 1981-82 jiwa seninya kian diaktualkan untuk diri dan murid-muridnya. Ia kemudian mulai lebih spesifik menulis Puisi, cerpen, Esai, catatan perjalanan dan geguritan selain juga membuat banyak karya rupa ilustrasi dan dekorasi. Mas Noor atau Mas Dibyo pernah kuliah di FKIP D3 Bahasa dan sastra Inggris UNWIR Indramayu dan lulus S1 Th 2000 Guru Bahasa Indonesia UPI Bandung. Ia berhenti sebagai PNS Guru dan mulai total menggeluti Karya seni.
Sejak tahun 85-an karyaa sastranya telah dipublikasikan di berbagai media masa. Kumpulan Puisi Tunggalnya “Bawah Payung Langit” (1993), “Malam Gaduh” (1995), Soliloqui (1997) dan “Gerhana” (2000). Adapun Kumpulan Guritannya telah diterbitkan Medium Sastra & Budaya Indonesia diantaranya “Gurit Dermayon” (1995), “Perompak Indrajaya” (2000), “44 Gurit Dermayon” (2006), “Godong Garing Keterjang Angin” (2007), “Blarak Sengkleh” (2008), “Bahtera Nuh” (2009), “Pring Petuk Ngundang Sriti” (2010). Kumpulan Puisi Basa Cerbon bersama Ahmad Syubanuddin Alwy; “Susub Landep” (2008), “Nguntal negara” (2009) Dan “Gandrung Kapilayu (2010). Kumpulan Puisi Tegalan “Ngranggeh Katuranggan”(2009). Puisi-puisinya terkumpul dalam antologi bersama “Kembang Pitung Werna” (1992), “Kiser Pesisiran” (1994), Antologi Penyair Indonesia “Dari Negeri Poci” Th 1996, antologi puisi dan cerpen Indonesia modern “GERBONG” Yogyakarta (Th.2000), “Antologi Penyair Indonesia HUT Jakarta” (1999), Antologi “Lahir Dari Masa Depan” Tasikmalaya (2001). Antologi “Dari Negeri Minyak” (Th.2001), Antologi “Sastrawan Mitra Praja Utama” (2008). Antologi “Pangikat Serat Kawindra” (2010), dan Antologi “Perempuan Dengan Belati di Betisnya” Taman Budaya Jawa Tengah (2010). Sebagai sastrawan kini aktifitasnya tidak hanya di Indramayu namun juga menjadi motivator kesenian di berbagai darah baik di Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Slawi dan Pemalang.
Berkali tampil membacakan puisi dan menjadi juri puisi di berbagai kota di pulau Jawa. Sejak awal tahun 2010 bersama Dyah Setyawati mementaskan lakon puisi secara berkeliling, dengan memadukan unsur tradisi guritan, tembang, suluk, wayangan dan tari, bertajuk “Pangikat Serat Kawindra”, “Kupu Mabur Golet Entung”, “Kembang Suket”, dan “Nagari Corong Renteng, Sedulur Papat Lima Pancer dan Oyod Ming Mang.”. Penyair dan dalang tutur wayang gondrong ini sejak tahun 1990 menjadi Ketua Medium Sastra & Budaya Indonesia. Beberapa kali diundang untuk mengikuti pertemuan sastrawan Nusantara baik di Brunai, Palembang dan Jambi. Thn 2012 ia diundang dalam pertemua Sastrawan Indonesia di Makasar sekaligus diminta mementaskan Wayang Sastranya dalam iringan lagu-lagu tarling. Di tahun 2012 bersama groupnya Medium Sastra dan Budaya Indonesia untuk tampil di Penutupan Festifal Teater Indonesia di Galery Nasional. Dan pada tgl 28 November kemarin kembali Nurochman Sudibyo memperoleh Penghargaan Anugtrah Cipta Budaya 2013, dari Gubernur Jokowi melalui Kepala Dinas Parbud Prov Jakarta Drs. Ari Budhiman.
Meskipun teman-teman sastrawan di Indramayu selalu meledek karya puisinya dan dianggap mereka jelek, namun beberapa kali karya puisinya justru masuk karya terbaik di Festifas Sastra Cirebon.’94, Tasik’95, Bandung’96, Riau 96, Jakarta’99, Bali’10, Jakarta’10, Bogor’11, Yogyakarta’12, KSI’12, dan Festifal Lanjong Kalimantan’13.
Sebagai ketua Medium Sastra & Budaya Indonesia, Nurochman Sudibyo YS menjelaskan bahwa: Lembaga seni budaya yang dipimpinnya lahir di Jl. Jendral Sudirman No.69 Indramayu Jawa Barat antara tahun 1990-1993 an. Sejak pertama didirikan intensitasnya melakukan kegiatan pelatihan penulisan/pembacaan karya sastra, penyelenggaraan even kesenian, pementasan teater dan penelitian seni budaya. Sejak mula lembaga ini menggunakan kata Indonesia sebagai bentuk keyakinan bahwa kelak apa pun yang digagas dapat menjadi suatu kekuatan baru dalam tatanan seni budaya bangsa, karena itulah lembaga ini dalam kiprahnya tak mau meniru selain harus terus berinovasi mencari bentuk-bentuk baru untuk seni budaya di Indonesia. Meski demikian kesekretariatannya tetap di Indramayu.
Salah satu ciri khas pentas pembacaan puisi produk Medium Sastra & Budaya Indonesia, selalu menggunakan gaya tutur teater rakyat “Sandiwara, dalang wayang dan Drama Tarling” khas Indramayu. Seni tembang klasik yang berasal dari tembang tayub dan kiseran dalam iringan gamelan itu kemudian bermigrasi dari gamelan ke gitar dan suling ini, hingga kini terus bertahan menjadi kesenian yang khas dari Indramayu dan Cirebon atau lazim disebut Tarling. Namun demikian Medium Sastra & Budaya Indonesia hanya mengambil esensi besar pada Tarling yaitu pada unsur musik dan tembang saja, yang kemudian dipadukan dengan karya sastra baik berupa puisi jawa (gurit), suluk, tembang, kidung, jawokan serta parikan yang dipadukan dengan puisi berbahasa Indonesia.
Gaya pembacaan puisi yang khas ini semenjak tahun 80 an dimotori oleh Nurochman Sudibyo YS. Sejak itu setiap kali mengikuti lomba baca puisi selalu menjadi juara baik di daerah maupun di berbagai kota lainnya. Di mulai dengan membaca puisi dengan ilustrasi beriramakan suling khas Dermayu/Indramayu. Gagasannya ini kemudian menempatkannya sebagai Pemuda Pelopor bidang pembangunan seni budaya dan pariwisata tingkat Provinsi Jawa barat dan nominator ke 2 di tingkat nasional tahun 1996-1997.
Selanjutnya Nurochman Sudibyo YS pun dikenal dengan sebutan sastrawan yang menghasilkan karya puisi, cerpen, esai dan catatan budaya. Ia dikenal pula sebagai Pembaca Puisi Kiseran, karena setiap membacakan puisi selalu dihiasi dengan suluk, tembang dan jawokan gaya irama tarling kiseran. Karena sering di undang ke berbagai kota dan daerah, Sejak itu ia pun diberi gelar Ki Tapa Kelana. Posisinya selain pembaca puisi di berbagai even juga diminati masyarakat Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal sampai Bekasi, utamaya di minta memberi kidungan Dermayonan ditambah dengan pembacaan puisi. Lagi lagi irama pengiringnyapun live gamelan, suling atau rekaman yang ada di memori HP, CD dan Mp3. Kiseran sendiri maknanya adalah ungkapan cerita dalam bentuk tembang bernuansa sastra yang mengemukakan perasaan suka maupun duka secara bebas dengan laras tarling irama kiser.
Sejak tahun 2000 setiap datang hari ulang tahun Nurochman Sudibyo, MS&B melakukan Pentas Malam Pembacaan Puisi Multimedia di kota Indramayu yang saat itu biasa disebut pembacaan puisi kiseran. Meski tanggal kegiatannya 24 Januari dan bertepatan dengan musim penghujan, namun acaranya selalu sukses walau digelar di luar gedung, bahkan beberapa kali dilakukan di tengah sungai Cimanuk dan sekitarnya. Diantara pentasnya antara lain; “Perompak Indrajaya 2001, Aja Mbluya-2002, Perang Potret-2003, Waduk Bojong-2004, Mak Njaluk Mangan-2005, Gurit ‘44-2006, Blarak Sengkle -2007, Godong Garing Keterjang Angin-2008, Bahtera Nuh -2009, dan Pring Petuk Ngundang Sriti-2010”, semua di gelar di Kota Indramayu di bantaran Kali Cimanuk. Selain pentas di agenda tahunan di tahun 2006 MS&B diundang untuk pentas “Negeri Cantik” di pembukaan Pameran seni lukis SP Hidayat di Musium Nasional Jakarta, dan di tahun 2008 Pentas “Negeri Para Pejuang” di pembukaan Pameran Tunggal seni lukis Karya Dirot Kadirah di gedung utama Galeri Nasional.
Mulai tahun 2010 hingga tahun 2013 banyak diundang pentas pembacaan Tarling Multimedia, diantaranya di Bojonegoro dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Kota Tegal dan Slawi dengan lakon yang sama Pangikat Serat Kawindra. Berikutnya diundang di Pentas sastra Kedai Lalang Jakarta dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Taman Siswa Yogyakarta dengan lakon Kupu Mabur Golet Entung, di Komunitas Sastra Reboan dalam lakon Negeri Corong Renteng, di TIM dalam lakon Bintang Anak Tuhan, di Taman Budaya Surakarta “Pangikat Serat Kawindra”, di Indramayu “Kembang Suket”, di Pembukaan Art Semarang “Sintren Beken”, di Pasar Malam Jawa Tengah Semarang “Negeri Corong Renteng”, di Pati “Indonesia Kesurupan”, di PPIB kota Tegal “Sedulur Papat Lima Pancer”, di Cirebon “Tragedi Kurusetra”, di Pertemuan Sastrawan Nusantara Palembang “Negeri Corong Renteng”, di STSI Bandung “Negeri Corong Renteng” Pertemuan Sastrawan Makasar “Bersatu Pujangga Nagari Bhahari”, di Galeri Nasional “Sedulur Papat Lima Pancer”, Pembukaan Kongres Bahasa Jawa, di Surabaya dengan Lakon Negeri Corong Renteng,” di Slawi Kab. Tegal dipentaskan “Tumandhange Sinatria Bhayangkara”, dan berlanjut baru-baru ini menggelar pembacaan puisi Tarling Multi media dengan lakon: Puisi Menolak Korupsi dimulai di kota Blitar, Semarang, Surakarta, Jakarta dan Purworejo.
Selain memenuhi panggilan pentas besar dan kecil, sesuai dengan kemajuan zaman Medium Sastra & Budaya Indonesia pun menyajikan bentuk pemanggungan pembacaan puisi dengan tetap beriramakan Tarling, meski kadang diiringi musik gamelan, orkes keroncong, dangdut, organ tunggal, bahkan berbagai musik modern lainnya. Disebut multi media karena dalam pentas pembacaan puisinya kerap kali menggunakan berbagai media sebagai kekuatan pendukung, seperti; wayang kulit, wayang golek, wayang suket, wayang tutus, wayang kertas, wayang padi, wayang ikan asin, topeng, dan dihiasi pula dengan berbagai jenis tari klasik, kontemporer, seni lukis, dan property visual lainnya. ***
Sekilas tentang MS&B
Medium Sastra & Budaya Indonesia, demikian Lembaga seni budaya ini lahir di Indramayu Jawa Barat di tahun 1994. Sejak pertama didirikan intensitasnya melakukan kegiatan pelatihan penulisan/pembacaan karya sastra, pementasan teater dan penelitian seni budaya. Sejak mula lembaga ini menggunakan kata Indonesia sebagai bentuk keyakinan bahwa kelak apa pun yang digagas dapat menjadi suatu kekuatan baru dalam tatanan seni budaya bangsa, karena itulah lembaga ini dalam kiprahnya tak mau meniru selain harus terus berinovasi mencari bentuk-bentuk baru untuk Indonesia. Meski demikian kesekretariatannya tetap di Indramayu.
Salah satu ciri khas pentas pembacaan puisi Medium Sastra & Budaya Indonesia, selalu menggunakan gaya tutur teater rakyat ‘Drama Tarling’. Seni Klasik yang bermigrasi dari gamelan ke gitar dan suling ini hingga kini masih bertahan menjadi kesenian yang khas dari Indramayu dan Cirebon. Namun demikian MS&BI hanya mengambil esensi besar pada Tarling yaitu pada unsur musik dan tembang yang kemudian dipadukan dengan karya sastra baik berupa puisi jawa (gurit), suluk, tembang, kidung, jawokan serta guritan yang dipadukan dengan puisi berbahasa Indonesia. Gaya pembacaan yang khas ini dimotori oleh Nurochman Sudibyo YS. Sejak tahun 80-an setiap kali mengikuti lomba baca puisi selalu menjadi juara baik di daerah maupun di berbagai kota lainnya. Di mulai dengan membaca puisi dengan ilustrasi beriramakan suling khas Dermayu/Indramayu. Gagasannya ini kemudian menempatkannya sebagai Pemuda Pelopor bidang pembangunan seni budaya dan pariwisata tingkat Provinsi Jawa barat dan nominator ke 2 di tingkat nasional tahun 1996-1997.
Selanjutnya Nurochman Sudibyo YS pun dikenal dengan sebutan sastrawan yang menghasilkan karya puisi, cerpen, esai dan catatan budaya. Ia dikenal pula sebagai Pembaca Puisi Kiseran, karena setiap membacakan puisi selalu dihiasi dengan suluk, tembang dan jawokan gaya irama tarling kiseran. Karena sering di undang ke berbagai kota dan daerah, Sejak itu ia pun diberi gelar Ki Tapa Kelana. Posisinya selain pembaca puisi di berbagai even juga diminati masyarakat Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal sampai Bekasi, utamaya di minta memberi kidungan Dermayonan ditambah dengan pembacaan puisi. Lagi lagi irama pengiringnyapun live gamelan, suling atau rekaman yang ada di memori HP, CD dan Mp3. Kiseran sendiri maknanya adalah ungkapan cerita dalam bentuk tembang bernuansa sastra yang mengemukakan perasaan suka maupun duka secara bebas dengan laras tarling irama kiser.
Sejak tahun 2000 setiap datang hari ulang tahun Nurochman Sudibyo, MS&BI melakukan Pentas Malam Pembacaan Puisi Multimedia di kota Indramayu yang saat itu biasa disebut pembacaan puisi kiseran. Meski tanggal kegiatannya 24 Januari dan bertepatan dengan musim penghujan, namun acaranya selalu sukses walau digelar di luar gedung, bahkan beberapa kali dilakukan di tengah sungai Cimanuk dan sekitarnya. Diantara pentasnya antara lain; “Perompak Indrajaya 2001, Aja Mbluya-2002, Perang Potret-2003, Waduk Bojong-2004, Mak Njaluk Mangan-2005, Gurit ‘44-2006, Blarak Sengkle -2007, Godong Garing Keterjang Angin-2008, Bahtera Nuh -2009, dan Pring Petuk Ngundang Sriti-2010”, semua di gelar di Kota Indramayu di bantaran Kali Cimanuk. Selain pentas di agenda tahunan di tahun 2006 MS&BI diundang untuk pentas “Negeri Cantik” di pembukaan Pameran seni lukis SP Hidayat di Musium Nasional Jakarta, dan di tahun 2008 Pentas “Negeri Para Pejuang” di pembukaan Pameran Tunggal seni lukis Karya Dirot Kadirah di gedung utama Galeri Nasional.
Mulai tahun 2010 hingga tahun 2013 banyak diundang pentas pembacaan Tarling Multimedia, diantaranya di Bojonegoro dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Kota Tegal dan Slawi dengan lakon yang sama Pangikat Serat Kawindra. Berikutnya diundang di Pentas sastra Kedai Lalang Jakarta dengan Lakon Pangikat Serat Kawindra, di Taman Siswa Yogyakarta dengan lakon Kupu Mabur Golet Entung, di Komunitas Sastra Reboan dalam lakon Negeri Corong Renteng, di TIM dalam lakon Bintang Anak Tuhan, di Taman Budaya Surakarta “Pangikat Serat Kawindra”, di Indramayu “Kembang Suket”, di Pembukaan Art Semarang “Sintren Beken”, di Pasar Malam Jawa Tengah Semarang “Negeri Corong Renteng”, di Pati “Indonesia Kesurupan”, di PPIB kota Tegal “Sedulur Papat Lima Pancer”, di Cirebon “Tragedi Kurusetra”, di Pertemuan Sastrawan Nusantara Palembang “Negeri Corong Renteng”, di STSI Bandung “Negeri Corong Renteng” Pertemuan Sastrawan Makasar “Bersatu Pujangga Nagari Bhahari”, di Galeri Nasional “Sedulur Papat Lima Pancer”, Pembukaan Kongres Bahasa Jawa, di Surabaya dengan Lakon Negeri Corong Renteng,” di Slawi Kab. Tegal dipentaskan “Tumandhange Sinatria Bhayangkara”, dan berlanjut baru-baru ini menggelar pembacaan puisi Tarling Multi media dengan lakon: Puisi Menolak Korupsi dimulai di kota Blitar, Semarang, Surakarta, Jakarta dan Purworejo.
Selain memenuhi panggilan pentas besar dan kecil, sesuai dengan kemajuan zaman Medium Sastra & Budaya Indonesia pun menyajikan bentuk pemanggungan pembacaan puisi dengan tetap beriramakan Tarling, meski kadang diiringi musik gamelan, orkes keroncong, dangdut, organ tunggal, bahkan berbagai musik modern lainnya. Disebut multi media karena dalam pentas pembacaan puisinya kerap kali menggunakan berbagai media sebagai kekuatan pendukung, seperti; wayang kulit, wayang golek, wayang suket, wayang tutus, wayang kertas, wayang padi, wayang ikan asin, topeng, dan dihiasi pula dengan berbagai jenis tari klasik, kontemporer, seni lukis, dan property visual lainnya. ***
Pentas Sedulur Papat Lima Pancer di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki ini adalah undangan kedua setelah lakon ini sebelumnya digelar dalam puncak Pesta Festival Teater Indonesia di Galerry Nasional 2012 lalu. Atas keberhasilan pentas tersebut ketua panitia Anugrah Seni Cipta Budaya 2013 Ari Batubara kembali mengundang Medium Sastra & Budaya Indonesia yang bersekretariat di Jl Jndral Sudiran 69 Indramayu untuk tampil menjadi salah satu dari 10 jenis kesenian hasil cipta budaya creator Indonesia.
Tarling Multi Media adalah nama yang diajukan pihak panitia mengingat Nurochman Sudibyo YS alias Ki Tapa Kelan selaku penyusun cerita dan sutradara pagelaran member kebebasan kepada audien yang menilai dan member nama. “ Saya pada intinya mempersembahkan sebuah pertunjukan baca puisi yang lain dari yang lain. Jika di Makasar kami disebut Wayang Tarling, Di Indramayu pentas Kiseran jika semata baca puisi saja. Pentas Wayang Gondrong ankala medianya beraneka macam. Pendek kata Pembacan kary sstra multi media adalh sebentuk cara mensosilissikn kary gabungn dari berbgi aspek puisi, gurit, mantra, jawokan, pantun, parikan dan seluruh unsure peninjang lain seperti seni rupa, seni musik dan seni drama. Semua itu tersaji dalam kekentalan tembang klasik yang berbuansakan tarling dn lagu-lagu bernafaskan dendang pantura.
Pentas Tarling Multimedia digelar persis di malam puncak penyerahan Anugrah Cipta Budaya dari atas nama Gubernur Jakarta melalui Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jakarta Bapak Ari Budhiman diberikan pada Ketua Medium Sastra & Budaya Indonesia Nurochman Sudibyo YS. Anugrah Cipta Budaya tersebut diraih atas dedikasi dan kesetiaannya menggeluti kesenian yang terus diperjuangkan hingga kini.
KH. Akhmad Mustofa Bisri (Gus Mus) Pembaca Puisi Mahal
KH. Akhmad Mustofa Bisri (Gus Mus)
KH. Ahmad Mustofa Bisri atau lebih sering dipanggil dengan Gus Mus (lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944; umur 71 tahun) adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang dan menjadi Rais Syuriah PBNU. Ia adalah salah seorang pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa dan sekaligus perancang logo PKB yang digunakan hingga kini.
Ia juga seorang penyair dan penulis kolom yang sangat dikenal di kalangan sastrawan. Disamping budayawan, dia juga dikenal sebagai penyair.
Karya
Dasar-dasar Islam (terjemahan, Penerbit Abdillah Putra Kendal, 1401 H).
Ensklopedi Ijma' (terjemahan bersama KH. M.A. Sahal Mahfudh, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1987).
Nyamuk-Nyamuk Perkasa dan Awas, Manusia (gubahan cerita anak-anak, Gaya Favorit Press Jakarta, 1979).
Kimiya-us Sa'aadah (terjemahan bahasa Jawa, Assegaf Surabaya).
Syair Asmaul Husna (bahasa Jawa, Penerbit Al-Huda Temanggung).
Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem (Pustaka Firdaus, Jakarta, 1991,1994).
Tadarus, Antalogi Puisi (Prima Pustaka Yogya, 1993).
Mutiara-mutiara Benjol (Lembaga Studi Filsafat Islam Yogya, 1994).
Rubaiyat Angin dan Rumput (Majalah Humor dan PT. Matra Media, Cetakan II, Jakarta, 1995).
Pahlawan dan Tikus (kumpulan pusisi, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1996).
Mahakiai Hasyim Asy'ari (terjemahan, Kurnia Kalam Semesta Yogya, 1996).
Metode Tasawuf Al-Ghazali (tejemahan dan komentar, Pelita Dunia Surabaya, 1996).
Saleh Ritual Saleh Sosial (Mizan, Bandung, Cetakan II, September 1995).
Pesan Islam Sehari-hari (Risalah Gusti, Surabaya, 1997).
Al-Muna (Syair Asmaul Husna, Bahasa Jawa, Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, 1997).
Fikih Keseharian (Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, bersama Penerbit Al-Miftah, Surabaya, Juli 1997).
Penghargaan
Presiden Joko Widodo atas nama negara memberikan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma kepada dedikasi Gus Mus. Acara penyematan berlangsung di Istana Negara. Jakarta, 13 Agustus 2015.
Sumber :
^ "KH. A. Mustofa Bisri". 13 May 2012.
^ Hutasoit, Moksa (Kamis 13 Aug 2015, 11:18 WIB). "Jokowi Beri Tanda Kehormatan ke 46 Orang, dari Paloh Sampai Goenawan Mohamad". Jakarta: News.detik.com. Diakses tanggal 13 Agustus 2015. Keputusan Presiden nomor 86/TK/tahun 2015 tanggal 7 Agustus 2015 tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Paramadharma kepada 8 orang. Terdiri atas: 1. KH. Mustofa Bisri (Gus Mus), pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin Lteteh, Rembang. 2. Goenawan Soesatyo Mohamad, sastrawan budayawan. 3. Alm. Petrus Josephus Zoetmulder, ahli sastra Jawa Kuno dan Penyusun Kamus Jawa Kuno Inggris. 4. Alm. Wasi Jolodoro (Ki Tjokrowasito), komposer musik karawitan Jawa dan pendukung utama Sedra Tari Ramayana. 5. Alm. Hoesein Djajadiningrat, pelopor tradisi keilmuan. 6. Alm. Nursjiwan Tirtaamidjaja, perancang busana dan batik. 7. Alm. Hendra Gunawan, pelukis dan pematung. 8. Alm. Soejoedi Wiroatmojo, arsitek.
KH. Ahmad Mustofa Bisri atau lebih sering dipanggil dengan Gus Mus (lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944; umur 71 tahun) adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang dan menjadi Rais Syuriah PBNU. Ia adalah salah seorang pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa dan sekaligus perancang logo PKB yang digunakan hingga kini.
Ia juga seorang penyair dan penulis kolom yang sangat dikenal di kalangan sastrawan. Disamping budayawan, dia juga dikenal sebagai penyair.
Karya
Dasar-dasar Islam (terjemahan, Penerbit Abdillah Putra Kendal, 1401 H).
Ensklopedi Ijma' (terjemahan bersama KH. M.A. Sahal Mahfudh, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1987).
Nyamuk-Nyamuk Perkasa dan Awas, Manusia (gubahan cerita anak-anak, Gaya Favorit Press Jakarta, 1979).
Kimiya-us Sa'aadah (terjemahan bahasa Jawa, Assegaf Surabaya).
Syair Asmaul Husna (bahasa Jawa, Penerbit Al-Huda Temanggung).
Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem (Pustaka Firdaus, Jakarta, 1991,1994).
Tadarus, Antalogi Puisi (Prima Pustaka Yogya, 1993).
Mutiara-mutiara Benjol (Lembaga Studi Filsafat Islam Yogya, 1994).
Rubaiyat Angin dan Rumput (Majalah Humor dan PT. Matra Media, Cetakan II, Jakarta, 1995).
Pahlawan dan Tikus (kumpulan pusisi, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1996).
Mahakiai Hasyim Asy'ari (terjemahan, Kurnia Kalam Semesta Yogya, 1996).
Metode Tasawuf Al-Ghazali (tejemahan dan komentar, Pelita Dunia Surabaya, 1996).
Saleh Ritual Saleh Sosial (Mizan, Bandung, Cetakan II, September 1995).
Pesan Islam Sehari-hari (Risalah Gusti, Surabaya, 1997).
Al-Muna (Syair Asmaul Husna, Bahasa Jawa, Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, 1997).
Fikih Keseharian (Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, bersama Penerbit Al-Miftah, Surabaya, Juli 1997).
Penghargaan
Presiden Joko Widodo atas nama negara memberikan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma kepada dedikasi Gus Mus. Acara penyematan berlangsung di Istana Negara. Jakarta, 13 Agustus 2015.
Sumber :
^ "KH. A. Mustofa Bisri". 13 May 2012.
^ Hutasoit, Moksa (Kamis 13 Aug 2015, 11:18 WIB). "Jokowi Beri Tanda Kehormatan ke 46 Orang, dari Paloh Sampai Goenawan Mohamad". Jakarta: News.detik.com. Diakses tanggal 13 Agustus 2015. Keputusan Presiden nomor 86/TK/tahun 2015 tanggal 7 Agustus 2015 tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Paramadharma kepada 8 orang. Terdiri atas: 1. KH. Mustofa Bisri (Gus Mus), pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin Lteteh, Rembang. 2. Goenawan Soesatyo Mohamad, sastrawan budayawan. 3. Alm. Petrus Josephus Zoetmulder, ahli sastra Jawa Kuno dan Penyusun Kamus Jawa Kuno Inggris. 4. Alm. Wasi Jolodoro (Ki Tjokrowasito), komposer musik karawitan Jawa dan pendukung utama Sedra Tari Ramayana. 5. Alm. Hoesein Djajadiningrat, pelopor tradisi keilmuan. 6. Alm. Nursjiwan Tirtaamidjaja, perancang busana dan batik. 7. Alm. Hendra Gunawan, pelukis dan pematung. 8. Alm. Soejoedi Wiroatmojo, arsitek.
Emha Ainun Nadjib Pembaca Puisi Mahal
Emha Ainun Nadjib
Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun (lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953; umur 62 tahun) adalah seorang tokoh intelektual berkebangsaan Indonesia yang mengusung napas Islami. Menjelang kejatuhan pemerintahan Soeharto, Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya yang kemudian kalimatnya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden ora patheken". Emha juga dikenal sebagai seniman, budayawan, penyair, dan pemikir yang menularkan gagasannya melalui buku-buku yang ditulisnya.
Kehidupan pribadi
Emha merupakan anak keempat dari 15 bersaudara. Pendidikan formalnya hanya berakhir di semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern Darussalam Gontor setelah melakukan ‘demo’ melawan pimpinan pondok karena sistem pondok yang kurang baik, pada pertengahan tahun ketiga studinya. Kemudian ia pindah ke Yogyakarta dan tamat SMA Muhammadiyah I. Istrinya yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi. Sabrang Mowo Damar Panuluh adalah salah satu putranya yang kini tergabung dalam grup band Letto.
Lima tahun ia hidup menggelandang di Malioboro, Yogyakarta antara 1970-1975, belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha. Masa-masa itu, proses kreatifnya dijalani juga bersama Ebiet G Ade (penyanyi), Eko Tunas (cerpenis/penyair), dan EH. Kartanegara (penulis).
Selain itu ia juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Emha juga pernah terlibat dalam produksi film RAYYA, Cahaya di Atas Cahaya (2011), skenario film ditulis bersama Viva Westi.
Kajian islami
Dalam kesehariannya, Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitas-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensi rakyat. Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang Bulan, ia juga berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10 sampai15 kali per bulan bersama Gamelan Kiai Kanjeng, dan rata-rata 40 sampai 50 acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung. Kajian-kajian islami yang diselenggarakan oleh Cak Nun antara lain:
Jamaah Maiyah Kenduri Cinta sejak tahun 1990-an yang dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki. Kenduri Cinta adalah salah satu forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas gender, yang diadakan di Jakarta setiap satu bulan sekali.
Mocopat Syafaat Yogyakarta
Padhangmbulan Jombang
Gambang Syafaat Semarang
Bangbang Wetan Surabaya
Paparandang Ate Mandar
Maiyah Baradah Sidoarjo
Obro Ilahi Malang, Hongkong dan Bali.
Dalam pertemuan-pertemuan sosial itu ia melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.
Teater
Memacu kehidupan multi-kesenian Yogya bersama Halim HD, jaringan kesenian melalui Sanggar Bambu, aktif di Teater Dinasti dan menghasilkan repertoar serta pementasan drama. Beberapa karyanya:
Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto),
Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan),
Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern),
Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun),
Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar),
Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, serta Duta Dari Masa Depan.
Dan yang terbaru adalah pementasan teater Tikungan Iblis yang diadakan di Yogyakarta dan Jakarta bersama Teater Dinasti
Teater Nabi Darurat Rasul AdHoc bersama Teater Perdikan dan Letto yang menggambarkan betapa rusaknya manusia Indonesia sehingga hanya manusia sekelas Nabi yang bisa membenahinya (2012)
Bibliografi
Puisi
“M” Frustasi (1976),
Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978),
Sajak-Sajak Cinta (1978),
Nyanyian Gelandangan (1982),
102 Untuk Tuhanku (1983),
Suluk Pesisiran (1989),
Lautan Jilbab (1989),
Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990),lalalaw
Cahaya Maha Cahaya (1991),
Sesobek Buku Harian Indonesia (1993),
Abacadabra (1994),
Syair-syair Asmaul Husna (1994)
Essai/Buku
Dari Pojok Sejarah (1985),
Sastra yang Membebaskan (1985)
Secangkir Kopi Jon Pakir (1990),
Markesot Bertutur (1993),
Markesot Bertutur Lagi (1994),
Opini Plesetan (1996),
Gerakan Punakawan (1994),
Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996),
Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994),
Slilit Sang Kiai (1991),
Sudrun Gugat (1994),
Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995),
Bola- Bola Kultural (1996),
Budaya Tanding (1995),
Titik Nadir Demokrasi (1995),
Tuhanpun Berpuasa (1996),
Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997),
Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997),
Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997),
2,5 Jam Bersama Soeharto (1998),
Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998),
Kiai Kocar Kacir (1998),
Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (Penerbit Zaituna, 1998),
Keranjang Sampah (1998) Ikrar Husnul Khatimah (1999),
Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000),
Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000),
Menelusuri Titik Keimanan (2001),
Hikmah Puasa 1 & 2 (2001),
Segitiga Cinta (2001),
Kitab Ketentraman (2001),
Trilogi Kumpulan Puisi (2001),
Tahajjud Cinta (2003),
Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun (2003),
Folklore Madura (Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress),
Puasa Itu Puasa (Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress),
Syair-Syair Asmaul Husna (Agustus 2005, Yogyakarta; Penerbit Progress)
Kafir Liberal (Cet. II, April 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress),
Kerajaan Indonesia (Agustus 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress),
Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006; Penerbit Kompas),
Istriku Seribu (Desember 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress),
Orang Maiyah (Januari 2007, Yogyakarta; Penerbit Progress,),
Tidak. Jibril Tidak Pensiun (Juli 2007, Yogyakarta: Penerbit Progress),
Kagum Pada Orang Indonesia (Januari 2008, Yogyakarta; Penerbit Progress),
Dari Pojok Sejarah; Renungan Perjalanan Emha Ainun Nadjib (Mei 2008, Yogyakarta: Penerbit Progress)
DEMOKRASI La Raiba Fih(cet ketiga, Mei 2010, Jakarta: Kompas)
Penghargaan
Bulan Maret 2011, Emha memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, penghargaan diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa si penerima memiliki jasa besar di bidang kebudayaan yang telah mampu melestarikan kebudayaan daerah atau nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Referensi
^ ":: Menbudpar Sematkan Satyalencana Kebudayaan 2010 ::". Diakses tanggal 2011-04-03.
^ ":: Menbudpar Sematkan Satyalencana Kebudayaan
Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun (lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953; umur 62 tahun) adalah seorang tokoh intelektual berkebangsaan Indonesia yang mengusung napas Islami. Menjelang kejatuhan pemerintahan Soeharto, Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya yang kemudian kalimatnya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden ora patheken". Emha juga dikenal sebagai seniman, budayawan, penyair, dan pemikir yang menularkan gagasannya melalui buku-buku yang ditulisnya.
Kehidupan pribadi
Emha merupakan anak keempat dari 15 bersaudara. Pendidikan formalnya hanya berakhir di semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern Darussalam Gontor setelah melakukan ‘demo’ melawan pimpinan pondok karena sistem pondok yang kurang baik, pada pertengahan tahun ketiga studinya. Kemudian ia pindah ke Yogyakarta dan tamat SMA Muhammadiyah I. Istrinya yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi. Sabrang Mowo Damar Panuluh adalah salah satu putranya yang kini tergabung dalam grup band Letto.
Lima tahun ia hidup menggelandang di Malioboro, Yogyakarta antara 1970-1975, belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha. Masa-masa itu, proses kreatifnya dijalani juga bersama Ebiet G Ade (penyanyi), Eko Tunas (cerpenis/penyair), dan EH. Kartanegara (penulis).
Selain itu ia juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Emha juga pernah terlibat dalam produksi film RAYYA, Cahaya di Atas Cahaya (2011), skenario film ditulis bersama Viva Westi.
Kajian islami
Dalam kesehariannya, Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitas-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensi rakyat. Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang Bulan, ia juga berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10 sampai15 kali per bulan bersama Gamelan Kiai Kanjeng, dan rata-rata 40 sampai 50 acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung. Kajian-kajian islami yang diselenggarakan oleh Cak Nun antara lain:
Jamaah Maiyah Kenduri Cinta sejak tahun 1990-an yang dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki. Kenduri Cinta adalah salah satu forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas gender, yang diadakan di Jakarta setiap satu bulan sekali.
Mocopat Syafaat Yogyakarta
Padhangmbulan Jombang
Gambang Syafaat Semarang
Bangbang Wetan Surabaya
Paparandang Ate Mandar
Maiyah Baradah Sidoarjo
Obro Ilahi Malang, Hongkong dan Bali.
Dalam pertemuan-pertemuan sosial itu ia melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.
Teater
Memacu kehidupan multi-kesenian Yogya bersama Halim HD, jaringan kesenian melalui Sanggar Bambu, aktif di Teater Dinasti dan menghasilkan repertoar serta pementasan drama. Beberapa karyanya:
Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto),
Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan),
Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern),
Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun),
Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar),
Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, serta Duta Dari Masa Depan.
Dan yang terbaru adalah pementasan teater Tikungan Iblis yang diadakan di Yogyakarta dan Jakarta bersama Teater Dinasti
Teater Nabi Darurat Rasul AdHoc bersama Teater Perdikan dan Letto yang menggambarkan betapa rusaknya manusia Indonesia sehingga hanya manusia sekelas Nabi yang bisa membenahinya (2012)
Bibliografi
Puisi
“M” Frustasi (1976),
Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978),
Sajak-Sajak Cinta (1978),
Nyanyian Gelandangan (1982),
102 Untuk Tuhanku (1983),
Suluk Pesisiran (1989),
Lautan Jilbab (1989),
Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990),lalalaw
Cahaya Maha Cahaya (1991),
Sesobek Buku Harian Indonesia (1993),
Abacadabra (1994),
Syair-syair Asmaul Husna (1994)
Essai/Buku
Dari Pojok Sejarah (1985),
Sastra yang Membebaskan (1985)
Secangkir Kopi Jon Pakir (1990),
Markesot Bertutur (1993),
Markesot Bertutur Lagi (1994),
Opini Plesetan (1996),
Gerakan Punakawan (1994),
Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996),
Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994),
Slilit Sang Kiai (1991),
Sudrun Gugat (1994),
Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995),
Bola- Bola Kultural (1996),
Budaya Tanding (1995),
Titik Nadir Demokrasi (1995),
Tuhanpun Berpuasa (1996),
Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997),
Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997),
Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997),
2,5 Jam Bersama Soeharto (1998),
Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998),
Kiai Kocar Kacir (1998),
Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (Penerbit Zaituna, 1998),
Keranjang Sampah (1998) Ikrar Husnul Khatimah (1999),
Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000),
Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000),
Menelusuri Titik Keimanan (2001),
Hikmah Puasa 1 & 2 (2001),
Segitiga Cinta (2001),
Kitab Ketentraman (2001),
Trilogi Kumpulan Puisi (2001),
Tahajjud Cinta (2003),
Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun (2003),
Folklore Madura (Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress),
Puasa Itu Puasa (Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress),
Syair-Syair Asmaul Husna (Agustus 2005, Yogyakarta; Penerbit Progress)
Kafir Liberal (Cet. II, April 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress),
Kerajaan Indonesia (Agustus 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress),
Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006; Penerbit Kompas),
Istriku Seribu (Desember 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress),
Orang Maiyah (Januari 2007, Yogyakarta; Penerbit Progress,),
Tidak. Jibril Tidak Pensiun (Juli 2007, Yogyakarta: Penerbit Progress),
Kagum Pada Orang Indonesia (Januari 2008, Yogyakarta; Penerbit Progress),
Dari Pojok Sejarah; Renungan Perjalanan Emha Ainun Nadjib (Mei 2008, Yogyakarta: Penerbit Progress)
DEMOKRASI La Raiba Fih(cet ketiga, Mei 2010, Jakarta: Kompas)
Penghargaan
Bulan Maret 2011, Emha memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, penghargaan diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa si penerima memiliki jasa besar di bidang kebudayaan yang telah mampu melestarikan kebudayaan daerah atau nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Referensi
^ ":: Menbudpar Sematkan Satyalencana Kebudayaan 2010 ::". Diakses tanggal 2011-04-03.
^ ":: Menbudpar Sematkan Satyalencana Kebudayaan
Langganan:
Postingan (Atom)